Hujan turun dengan derasnya menyerbu jendela dengan suara gemuruh yang menggetarkan ruangan. Di sudut ruang tamu, lima individu duduk mengelilingi meja bulat berlapis kaca, tersibuk dengan tugas kelompok mereka. Cahaya lampu gantung yang berkilauan menciptakan suasana yang tenang namun tegang di dalam rumah berlantaikan 2 itu. Setiap tetes hujan yang menabrak atap seolah menjadi pengingat akan waktu yang terus berjalan, mengiringi kegiatan mereka di malam yang sunyi.
“Wah, bener-bener susah juga ya ngerjainnya,” komentar Kaliyana. “Capek nih, kita istirahat sebentar boleh gak sih?” ujar Lavanya sembari menyenderkan tubuhnya ke sofa. “Enak aja ini deadline-nya besok pagi, gak bisa santai-santai terlalu lama,” timpal Kavya. “Tapi gue udah nggak tahan lagi nih, mau pipis,” Disty menoleh ke Charvi yang duduk di depan mereka. “Char, boleh izin ke toilet ga?”
“Kamar mandi bawah lagi rusak. Pakai yang di atas aja, di kamarku. Tinggal naik tangga aja di situ,” balas Charvi sambil mengacungkan telunjuk ke arah tangga. Disty menoleh ke arah tangga. “Okay, thanks, Char.” Disty jelas langsung beranjak meninggalkan ruang tamu dan segera menuju ke lantai atas. Suasana tegang yang tercipta sedikit demi sedikit mereda ketika Disty menghilang di balik tangga.
Ketika Disty masuk ke kamar Charvi, suasana kamar terlihat begitu feminin dan manis dengan sentuhan warna pink yang dominan. Dekorasi kamar itu terlihat sangat girly, sesuai dengan selera Charvi. Namun, di tengah keindahan tersebut, terdapat sebuah kontras yang mencolok, yaitu terdapat tiga lukisan yang terpampang di dinding kamar. Lukisan-lukisan tersebut menampilkan gambar-gambar yang menakutkan, dengan makhluk-makhluk berbentuk aneh dan menyeramkan. Meskipun lukisan-lukisan itu terasa asing dan agak menakutkan di tengah dekorasi kamar yang ceria, tetapi kesan yang mereka pancarkan justru menambahkan nuansa misterius dan menegangkan di dalam kamar yang seharusnya penuh dengan keceriaan.
“Darn, sejak kapan Charvi suka melukis setan,” ucap Disty tanpa sadar. Meskipun merasa sedikit takut, namun pikirannya lebih fokus pada kebutuhan mendesaknya untuk buang air kecil. Dengan cepat ia memutuskan untuk mengabaikan ketakutannya dan melanjutkan langkahnya menuju toilet.
Setelah selesai dari kamar mandi, Disty menutup pintu kamar mandi. Saat hendak keluar dari kamar, matanya secara refleks tertuju pada sosok perempuan yang mirip dengan bunda Charvi, sedang memperhatikan lukisan-lukisan itu dengan tatapan serius. Tanpa ragu, Disty menyapa dan memberikan salam, namun perempuan itu tidak memberikan respons sedikit pun. Merasa diabaikan, Disty memilih untuk turun ke bawah dengan perasaan campur aduk antara penasaran dan kebingungan.
Setelah kembali ke ruang tamu, Disty dan teman-temannya melanjutkan berkonsentrasi pada tugas kelompok mereka. Disty memilih untuk mengabaikan insiden yang terjadi di kamar Charvi. Namun, beberapa hari kemudian di pelajaran seni di sekolah, Charvi mengeluh tentang tugas praktiknya soal melukis. Dia menyatakan bahwa dia tidak menyukai melukis dan merasa tidak berbakat dalam hal tersebut. Mendengar keluhan Charvi, Disty tiba-tiba teringat pada lukisan-lukisan yang ditemuinya di kamar Charvi beberapa hari yang lalu.
“Eh Charvi, lo bukannya jago melukis? buktinya lukisan-lukisan yang ada di kamar lo?” tanya Disty, mencoba mengulik memori. Charvi memandangnya dengan tatapan heran. “Lukisan apa?” jawab Charvi heran. “Elah merendah untuk meroket banget sih lo. Itu loh gue waktu itu kan ke kamar lo, disitu gue liat ada lukisan 3. Ya jelas gue berasumsi lo yang bikin dong? tapi aneh lukisan yang lo simpen absurd banget. Gue inget banget ada lukisan makhluk mirip Kala Rau Bali, bukannya lo orang Jawa ya?”
“Ngaco ih! 3 lukisan mana ada sih? Di kamar gue kan nggak ada lukisan, yang ada 3 jendela” “Jendela? jelas-jelas gue liat lukisan kok. Oh ya, gue juga sempet liat bunda lo lagi natap lukisan-lukisan itu.” Charvi menatap Disty, kebingungan. “Hah, bunda? antara lo halusinasi atau efek kebelet lo pas itu tapi waktu itu bunda gue lagi dinas ke luar kota dis..” Bagaimana mungkin? Dia yakin telah melihat lukisan-lukisan itu jelas dengan mata kepala nya sendiri. Juga sosok perempuan itu.
Suatu fakta yang menggetarkan muncul, menggoncang kenyataan mereka, ketika akhirnya mereka menyadari bahwa lukisan-lukisan yang sebelumnya terpampang anggun di kamar Charvi hanyalah ilusi belaka. Dalam keadaan yang menggelapkan hati, mereka menemukan bahwa ruangan tersebut tidak lebih dari ruang kosong dengan tiga jendela sebagai satunya hiasan. Keberadaan sosok yang menyerupai bunda Charvi, yang sebelumnya mereka anggap sebagai kejanggalan, masih menyimpan misteri yang menggantung di antara mereka, mengiris keheningan malam dengan ketidakpastian yang mencekam.
Posting Komentar