Kisah ini dimulai saat aku lahir, aku lahir dengan keadaan prematur dan dokter memvonis diriku memiliki kelainan pada pendengaran ku. Hai! Aku Alisha Cailida, Kalian bisa panggil aku Asha. Aku duduk di bangku kelas 7 dan aku adalah seorang tunarungu.
Aku lahir lebih cepat dari orang-orang kebanyakan karena itu setelah aku lahir aku harus dirawat dirumah sakit. Ibuku bercerita bahwa setelah 3 hari dirumah sakit, ayah dan ibu mendapat berita bahwa aku memiliki kelainan pada pendengaran ku.
Hampir setiap hari, saat waktu istirahat, aku melihat teman sekelasku berbicara sembari melirikku. Memang aku tidak bisa mendengar tetapi aku bisa mengetahui apa yang mereka bicarakan dari ekspresi dan tatapan mata mereka, itu cukup membuatku sakit hati.
Tak jarang pula beberapa anak kelas lain menjahili ku, mereka memberiku beberapa kertas dengan tulisan didalamnya dan menyuruhku membacanya. Aku terkadang bertanya-tanya didalam hatiku "mengapa aku dilahirkan seperti ini? Apa aku memiliki banyak kesalahan sehingga diberikan ujian seperti ini?" hingga suatu hari, sehabis pulang sekolah aku mendekati Ibuku, aku menggerakan tangan dan jariku berkomunikasi dengannya.
“Ibu, apa melakukan banyak kesalahan?”
Ibu yang melihat pergerakan tangan dan jariku menatapku sedih dan khawatir, ibu mulai menggerakan tangan dan jarinya untuk menjawab ku.
“kau tidak melakukan kesalahan apapun, putriku”
Aku menggerakan tangan ku lagi, “ lalu mengapa aku diberikan ujian ini? Apa Allah benar-benar menyayangi ku?"
Ibu lagi-lagi terkejut dengan apa yg ku katakan, ibu menatap ku serius sembari menggerakan tangannya.
“Apa yang kau katakan? Allah memang sangat menyayangi mu, sangat-sangat menyayangi mu, Alisha. Kenapa kau bertanya seperti itu, sayang?”
Mataku mulai terasa basah, aku mengusapnya pelan lalu menggeraan tangan ku lagi.
“Apa Allah mengambil Ayah karena dia juga menyayangiku?”
Ibu terdiam, aku melihat mata ibuku mulai berair lalu ibu langsung memeluk ku. Aku merasakan bahu ku basah, kurasa ibu menangis karena mendengar pertanyaan ku. Aku merasa bersalah karena telah membuat ibu menangis, jadi ku tulis menggunakan tanganku di punggungnya “Maafkan aku”Ibu mengaggukkan kepalanya dan mengeratkan pelukannya padaku.
Keesokan harinya, sepulang sekolah, aku pulang dengan berjalan kaki. Ditengah jalan aku melihat beberapa teman kelasku yang terlihat senang melihat sebuah selebaran yang tertempel di sebuah dinding. Karena rasa penasaran, aku mendekati dinding itu setelah melihat mereka pergi.
Kertas selebaran itu berisi pemberitahuan tentang sebuah lomba olimpiade sains Nasional (OSN) dan tanggal pendaftarannya, aku mulai merasa tertarik dengan lomba itu bahkan sebelum melihat hadiah apa yang akan dimenangkan oleh pemenangnya. Aku mencabut selebaran itu dan segera berjalan kerumah, aku merasa tidak sabar untuk mengatakan ini pada ibu.
"Kriert..." Aku membuka pintu secara perlahan lalu melepaskan sepatuku, aku berjalan melewati dapur untuk menuju ke kamarku. Aku melihat ibu sekilas didapur, jadi aku mengintip lagi untuk memastikan. Dan benar, ternyata ibu berada di dapur sedang memasak. Aku mendekati ibu lalu menarik pelan bajunya, ibu menoleh dan tersenyum melihatku yang sudah pulang.
" Kau sudah pulang Asha, maaf ibu tidak bisa menyambutmu.." ucap ibu.
Aku memerhatikan bibirnya yang berbicara lalu mengangguk dan menunjukan kertas selebaran itu, ibu terlihat bingung dengan kertas itu dan melihatnya. Setelah membaca selebaran itu ibu menatap ku, aku menggerakkan tanganku.
"Aku ingin ikut olimpiade itu, ibu. Aku boleh ikut kan?"
Aku meminta izin dengan ibuku, ibu tampak terdiam sebentar lalu menatap ku dengan tatapan hangatnya, Ibu menaruh selebaran itu dimeja makan dan menggerakkan tangannya.
"Kau boleh ikut olimpiade ini jika kau mau, tapi bisa tunggu hingga ibu menemukan Guru untukmu, sayang? Akan ibu usahakan cepat menemukan orang untukmu"
Aku menatap ibu senang lalu menggerakkan tangan ku dengan senyum diwajahku.
"Terimakasih ibu, kau yang terbaik"
Ibu tersenyum mengetahui apa yang aku ucapkan dan menarik ku kedalam pelukannya.
Seminggu setelahnya ibu telah menemukan orang yang akan menjadi guru untukku, namanya adalah kak Olivia dan hari ini kami pergi berangkat ketempat Olimpiade itu diadakan, aku sangat bersemangat untuk datang ke olimpiade itu.
Ibu menatapku dengan senyum hangatnya lalu menggerakkan tangannya.
"Bagaimana jika kita jenguk ayahmu dulu dan memberitahunya tentang kau yang akan mengikuti sebuah olimpiade?"
Aku mengangguk senang, sudah lama sejak terakhir kali aku mengunjungi ayah. Aku juga ingin meminta ayah untuk mendoakan ku supaya menang di olimpiade ini. Setelah pergi ke makam ayah, Aku, ibu dan kak Olivia langsung ke tempat olimpiade itu berada.
Aku berada di kelompok C, kelompok terakhir yang akan berlomba. Aku melihat banyak sekali peserta dari berbagai tempat yang mengikuti olimpiade ini, aku sangat senang datang kemari. Beberapa jam kemudian, akhirnya tiba waktunya untuk kelompokku dipanggil.
Aku mengikuti seorang staf yang memandu peserta lainnya juga ke atas panggung, pertanyaan dimulai dari pertanyaan mudah yang semakin lama semakin susah, banyak juga pertanyaan yang memerlukan rumus. Aku menjawab dengan mengangkat papan yang telah disediakan. Setelah semua peserta di kelompokku menyelesaikan tes olimpiade itu, kami dipandu kesebuah ruangan untuk menunggu hasil dari para juri.
2 jam pun terlewati , para peserta dari kelompok A, B dan C diantar ke sebuah panggung untuk mendengar pengumuman pemenang di olimpiade ini. Aku merasakan detak jantungku bertambah cepat karena sejak tadi namaku tidak terlihat pada papan di atas panggung , kak Olivia mencoba menenangkan diriku dengan menggenggam tangan ku dan itu cukup membuatku tenang. Setelah beberapa lama akhirnya aku melihat pada juara satu, namaku, Alisha Cailida. Aku pun melihat kak olive tersenyum dan meneteskan air mata, ia menatap ku dengan tatapan senang lalu memelukku.
Kak Olivia melepaskan pelukannya dan menatap ku, ia menggerakkan tangannya berbicara padaku.
"Alisha, kau berhasil. Kau menang, kau mendapatkan juara satu dalam olimpiade ini"
Aku melihat ke arah kak Olivia, dapat kurasakan air mata ku menetes lalu aku langsung memeluk kak Olivia dengan erat dan menggerakkan tanganku "terimakasih". Dalam hatiku aku terus mengucapkan "Alhamdulillah" pada Allah dengan air mata yang terus mengalir.
Aku menerima sebuah piala dan nominal uang yang diberikan, kak Olivia menatapku dengan tatapan bangga dan senang. Sejak kemenangan ku di olimpiade itu banyak video dan berita tersebar tentang diriku, seorang tunarungu dan tunawicara yang memenangkan sebuah olimpiade Sains Nasional (OSN) dan mendapatkan peringkat pertama. Ibu sangat senang karena banyak orang mulai mendonasikan uang mereka untuk pembelian alat pendengar dan komunikasi ku.
Dan hari ini aku di undang kesebuah konferensi pers bersama ibu dan kak Olivia.
Aku sangat gugup karena banyak orang yang menatap ku, belum lagi dengan cahaya kamera yang sangat terang. Ibu memegang pundak ku lalu menggerakkan tangannya berbicara padaku.
"Tenang saja, mereka tidak akan mengolok-olok dirimu. Mereka hanya ingin tau dirimu lebih banyak, aku bahkan bisa-.."
Ibu menggerakkan tangannya pada banyak orang dibawah panggung, aku sedikit tertawa mengetahui apa yang ibuku katakan pada mereka lalu mengangguk dan naik ke atas podium, aku menatap kak Olivia dan ia mengangguk berjalan mendekatiku dengan sebuah mikrofon digenggamanya.
Aku menarik nafas ku dan menghembuskannya pelan lalu menatap para wartawan. saat aku mulai menggerakkan tanganku, kak Olivia juga mulai menerjemahkan apa yang kukatakan agar orang-orang dan para wartawan mengerti apa yang aku ucapkan.
".....karena itulah, aku ingin mengucapkan terimakasih pada ibuku yang sudah mendukung ku sejauh ini, dan kak Olivia yang juga sudah membantuku. Sekian terimakasih."
Setelah kak Olivia mengucapkan itu, aku melihat banyak orang dan wartawan bertepuk tangan padaku dan itu membuatku melupakan rasa gugup ku tadi.
Setelah pulang dari konferensi pers, aku, ibu dan kak Olivia mengunjungi makan ayah lagi. Aku mengatakan bahwa diriku menang karena ayah selalu berdoa untukku dari seberang sana lalu berterima kasih.
Keesokan harinya saat aku bangun, ibu langsung memeluk erat tubuhku dengan air mata yang berjatuhan. Ibu melepaskan pelukannya dan menatapku bahagia, ia menggerakkan tangannya.
"Alisha sayang, Alhamdulillah nak. Kamu akan bisa merasakan mendengar nak."
Aku terkejut, Apa dan bagaimana ini bisa terjadi. walaupun dalam hati aku terus bertanya-tanya, aku tetap menampilkan ekspresi gembira.
Ibu mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisi sebuah alat bantu dengar yang kutahu harganya sangat mahal. Ibu langsung mencoba memasangkannya pada telingaku.
"Sayang? Apa kau bisa mendengar suara ibu?" Tanya ibuku, aku menatap ibuku tak percaya dengan air mata yang berjatuhan. Melihat tanggapan ku, ibu tersenyum kembali dan memelukku erat.
Untuk pertama kalinya, disekolah, aku tidak diganggu, dipermainkan ataupun diejek. Setiap kali aku berjalan kesuatu tempat banyak anak lain mau itu kakak kelas ataupun kelas lain, semuanya memerhatikan ku. Itu sebenarnya agak membuatku malu, tapi aku berusaha tidak mengindahkan nya.
Tiba saat pulang sekolah, aku berjalan kearah gerbang sekolah dan melihat teman-teman kelas ku yang pernah meremehkan dan membicarakan diriku. Aku menatap mereka bingung dengan perasaan takut dan gelisah.
Salah satu dari mereka maju dan memberikan tangannya.
"Maafkan aku...telah meremehkan dirimu selama ini, alisha..." Ucapnya, teman-teman yang lainnya juga mulai melangkah maju dan meminta maaf satu persatu. Aku merasa sedikit terkejut dengan tindakan tiba-tiba mereka ini, tapi entah kenapa itu mengundang senyumku.
Aku menganggukan kepalaku sebagai balasan permintaan maaf mereka, saat itu juga aku memulai pertemanan dengan mereka.
"Tiiiint!..." Terdengar suara klakson mobil yang membuatku kaget karena belum terlalu terbiasa dengan suara yang ribut ini.
Aku melihat ibuku dari dalam mobil menatapku dengan senyum hangat, aku tersenyum dan berjalan mendekati mobil itu tak lupa melambaikan tangan pada teman-teman, lambaian itu juga dibalas oleh mereka.
"Sepertinya kau memiliki teman yang baru ya, alisha" ucap ibuku sembari melajukan mobilnya, aku hanya menanggapi dengan senyuman dan sedikit anggukan kepala.
Posting Komentar