*"Yang kuinginkan hanyalah dicintai atau diperhatikan, sama seperti aku peduli kepada orang lain."* ucap seorang gadis remaja yang melihat dirinya di depan kaca kamar mandi. Tangannya berdarah sambil memegang cutter yang tajam. Dia menghembuskan nafasnya dan terbaring lemas.
Dohwa terbangun dari tidurnya, perlahan ia mengangkat kepalanya dan menyadari bahwa ia telah tertidur di kelas. Guru yang tadinya mengajar sudah ada di samping Dohwa dan teman kelasnya hanya dapat berbisik-bisik dan tertawa kecil. Situasi itu membuat Dohwa hanya bisa menyengir kepada gurunya. Ya, tentu saja Dohwa di hukum. Di berdiri di depan kelas sesekali menguap dan melihat siswa yang melewati lorong sekolah.
Mata Dohwa menjadi segar kembali setelah mendengar bel istirahat berbunyi. Suasana kantin menjadi ramai dan berisik. Dohwa mencoba mencari sahabatnya Minji. Deg, jantung Dohwa terasa sesak saat melihat Minji dengan Yoojun alias crushnya Dohwa. Mereka terlihat asik mengobrol bersama bahkan mereka terlihat sangat dekat.
Dohwa menggelengkan kepalanya dia tahu pasti sahabatnya tidak akan mengambil crushnya dari dia kan? Ternyata... Dohwa melihat Yoojun merangkul Minji dan Minji tidak tampak keberatan. Minji dan Dohwa sempat melakukan eye contact namun tak ada reaksi apa-apa dari Minji.
Rasanya seperti tenggelam di lautan luas nafas Dohwa menjadi pendek dadanya terasanya nyeri. Dia berlari ke toilet perempuan dan muntah di toilet. Namun, yang dia muntakan adalah bunga dan bukan makanan ataupun minuman. Dia membelalakan matanya lalu mengernyitkan dahinya.
Dohwa menyentuh area mulutnya terdapat sedikit darah yang keluar. Dia buru-buru melihat wajahnya di depan kaca toilet. Mencuci mukanya dan memastikan bahwa tidak ada lagi darah yang keluar.
"Aneh."
-----------
*Clekkk*
"Dohwa pulang." Dohwa melepas sepatunya dan berlari ke atas. Dia memasuki kamarnya dan menaruh tasnya di lantai. Menganti pakaiannya lalu mengambil sebuah kertas dan berjalan ke bawah menuju ruang makan.
Kue ulang tahun diatas meja. Lilin yang sudah ditiup beberapa menit yang lalu. Ibunya sedang merayakan adiknya Dohwa yang telah menang juara 1 dalam olimpiade matematika. "Loh, mah, itukan kue ulang tahun Dohwa..." Benar, Dohwa membeli kue itu sendiri untuknya karena ibunya tidak pernah membelikannya kue.
"Biarin toh, adikmu ini menang juara satu memangnya kamu? tidak pernah jadi juara apa-apa. Malu-malu in tahu." Deg, Dohwa merasakan sesak di dadanya lagi. Dia menundukan kepalanya dan membuat selembaran kertas yang terdapat nomor 98% dengan tinta warna merah.
Dohwa berjalan perlahan ke arah ruang tamu. Ayahnya sedang menonton TV, juga terdapat segelas bir di meja. Ayahnya Dohwa adalah seorang pemabuk berat. Tiap hari Dohwa selalu disuruh untuh membeli bir.
"Dohwa, beliin ayah mu bir lagi." geramnya. Dohwa pun tak sungkan untuk menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau ayahnya menjadi seperti ini.
"Uang kita sedikit, yah. Mendingan kita pakai buat yang lain." Balasan Dohwa justru membuat ayahnya semakin marah. "Kamu ini! kalau disuruh sama orang tua malah ngelawan! cepat beliin ayah bir!"
Ayahnya melempar gelas beling ke arah Dohwa. Untungnya dia sempat menghindar walau terkena sedikit serpihan kaca. Badannya terasa kaku dan lemas. Dia tidak mengira bahwa ayahnya tega melakukan itu kepadanya. Dohwa membereskan serpihan-serpihan kaca dan pergi keluar rumah.
Hari sudah malam dan Dohwa pergi ke rumah sahabatnya, ya, Minji. Dia mengetuk pintu tiga kali, tidak ada yang menjawab. Akhirnya pintu itupun terbuka namun yang menjawab bukanlah Minji tapi Yoojun. "Ya, ada apa?" kata Yoojun dengan nada biasa.
Dohwa sempat terpaku tapi langsung sadar akan tujuannya kesini. "Uhm, Minji dimana ya?" tanya Dohwa dengan pelan. Yoojun pun menaikan alisnya dan bertanya, "Ada perlu apa dengan pacar saya?" Bentar— itu gak mungkin kan. Dohwa salah dengar kan, tidak, dia tidak salah dengar.
"Oh, gapapa kok cuman mau main tapi, kayaknya udah kemaleman saya pamit dulu maaf mengganggu waktunya." Dohwa bergegas berlari ke rumahnya. Ada dua cahaya yang menyinarinya ternyata lampu dari mobil. Mungkin sudah terlambat untuk menghindar.
--------
Beep. Beep. Beep.
Dohwa perlahan membuka matanya. Dia berada di rumah sakit. Apakah yang tadi hanyalah sebuah mimpi? Dia melihat ke arah sampingnya, ember penuh bunga dan darah, lalu melihat ke arah tangannya, penuh dengan sayatan. Mimpi itu menceritakan alur hidupnya dengan sangat singkat. Mungkin... kematian tidak seburuk apa yang mereka bilang.
Beep...
*"Aku menyadari cinta dan perhatian yang kumiliki terhadap orang lain, tidak akan pernah kudapatkan balasannya. Tidak ada cinta sejati di dunia ini, dan tidak ada seorang pun yang peduli padamu kecuali kamu kaya, terkenal, atau sudah mati... jadi aku melakukannya."*
Di pemakamanku aku melihat keluargaku, temanku, dan kerabat lainnya. Mereka menaruh bunga di atas kuburanku. Satu persatu mereka meminta maaf dan menaruh bunga. Tetapi aku tahu bahwa bunga yang aku muntahkan jumlahnya lebih banyak daripada yang aku terima disaat itu juga.
Posting Komentar