0

 "Bruk!" Jujur ini terasa sangat sakit. Dapat kurasakan denyut perih dari pinggang ku, kurasa aku kembali mendapat sebuah bengkak di tubuhku. Sebelum itu, panggil saja aku Ruby. Aku hanya seorang gadis remaja biasa yang berharap memiliki kehidupan yang biasa dan keluarga yang biasa, aku memiliki 2 orang adik yang berselisih 3 dan 4 tahun dibawahku.

  

  "Kenapa kau diam saja, hah?! Dasar tidak sopan?!" Ucap seorang pria, aku hampir saja lupa bahwa saat ini aku sedang 'dihukum' oleh ayahku. Ya, pria ini adalah ayahku yang setiap harinya hanya mabuk dan memukuli kami. Sungguh, rasanya aku mengerti mengapa dulu ibu meminta untuk berpisah dengan pria ini. 

  "Apa yang kau lihat, hah?!" Bentaknya, aku meliriknya sembari meringis karena bengkak yang dia buat lalu membuang muka ku dan segera beranjak pergi dari sana.

  

  Di kamarku dapat kulihat kedua adik-adik ku, yang menatapku ketakutan dan khawatir. Aku hanya tersenyum lemah sembari menutup pintu, kedua adikku itu pun menghampiriku dengan salah satu dari mereka yang membawa kotak P3K.

"Kakak tidak apa-apa? Biar aku bantu obati" ucap adik ku yang paling kecil, panggil saja Sammy. Rasanya semua rasa sakit yang kurasakan mulai menguap karena melihat mereka berdua, aku mengusap kepalanya pelan.


  "Aku tidak apa-apa, tenang saja. Ini hanya perih sedikit" ucapku, tiba-tiba rasa nyeri kembali datang karena sesuatu menyentuh bagian yang tadi membengkak. Sontak aku langsung memegang bagian yang membengkak itu sembari meringis.

"Apanya yang baik-baik saja, lihat! Kakak saja sampai meringis seperti itu" ucap adikku yang lebih tua dari Sammy, panggil saja Kei. Aku menatapnya kesal karena tahu bahwa Kei sengaja menyentuh bengkak di pinggang ku.


  "Kei! Jangan menyentuh luka kakak seperti itu! Kakak jadi kesakitan tahu" ucap Sammy kesal pada Kei, sedangkan Kei sendiri tampak acuh tak acuh. Aku hanya bisa menghela napas lelah, setidaknya kedua adikku tidak selalu mendapat kekerasan seperti diriku itu sudah cukup membuatku senang. "Sudahlah kalian, Sammy tolong bantu aku mengobati luka ku, ya" ucapku mencoba memisahkan mereka berdua.

  

  Saat aku dan Sammy mengobati luka-luka milikku, Kei hanya diam memerhatikan kami dengan alis yang terlihat mengkerut. Aku meliriknya dan bertanya.

  

  "Kenapa? Kenapa kau melihatku seperti itu?" Tanyaku 

 "Kau aneh, kenapa tidak melawan pria tua itu saja? Kakak kan belajar bela diri juga" tanya Kei, aku terdiam dan sammy pun juga diam-diam melirik kearahku. "Hmmm...entahlah, aku punya rencana sendiri. Lagipula aku sudah lama sekali tidak latihan bela diri, tubuhku mungkin akan terasa kaku" ucapku santai, Kei tampak terus mengerutkan keningnya mendengar ucapanku.

  

  "Apa maksud-" "Dak! Dak!" ucapan Kei terpotong karena suara tendangan keras dari balik pintu kamar, kurasa itu 'ayahku'.

Aku cepat-cepat merapikan semuanya dan menyuruh Sammy dan Kei bersembunyi di lemari. Didepan pintu aku merasa ragu, ku tarik napasku tenang dan membuka pintu. Kulihat pria itu dengan aroma yang sangat menyengat berekspresi marah dengan botol alkohol di genggamnya.


  "Ada apa?" Aku bertanya setenang mungkin agar tidak memancing amarahnya lagi. Ekspresi nya semakin mengeras lalu secara tiba-tiba ia membanting botil alkohol itu ke lantai, tentu saja aku terkejut beruntungnya tidak ada pecahan kaca yang mengenai kaki ku. Ku tatap matanya kesal.

  

  "Apa? Kenapa? Katakan apa yang kau mau?" Ucapku dengan nada menggeretak.

"Dasar anak tidak tau diri! Sekarang kau berani membentak ku, hah?!" Bentaknya sembari menarik rambutku. Setelah beberapa menit menarik rambutku dengan keras, pria itu langsung mendorongku hingga membentur keras dinding.

"Ck-..cepat buatkan aku makanan atau kau akan ku hukum lagi!" Ucap pria itu yang langsung pergi begitu saja meninggalkan ku. Rasanya ingin sekali ku tonjok muka tak tahu diri itu, setelah melakukan kekerasan bisa-bisanya dia menyuruhku membuatkan makanan. Tapi tetap ku lakukan agar aku tak dapat banyak masalah dengan orang itu, sangat merepotkan kau tau.


   Hampir setiap hari aku dan adikku terus dipukuli dan mendapat kekerasan baik secara fisik maupun mental, tapi sekarang lebih baik karena aku selalu berada dirumah jadi selalu aku yang jadi pelampiasan pria itu dan bukan adik-adikku. Dahulu saat aku masih bersekolah, selalu adik-adik ku yang menjadi pelampiasannya hingga meninggalkan banyak bekas di tubuh dan wajah mereka.

    

   "Dear diary...hey, lu tau gw kalo bisa pengen banget kabur dari nih rumah busuk sama Sammy dan Kei, tapi uangnya masih kurang, coba tuh si br*ngsek nggak nyuri uang yg ibu tinggalin waktu itu, pasti gw sama adek-adek gw bisa hidup di tempat yg lebih baik. **/**/****"

   

   Ya seperti yang kalian lihat aku sering menulis di dairy ku tentang keluh kesah ku, aku tidak ingin Sammy dan Kei juga memiliki beban pikiran seperti ku, Cukup trauma sedang saja yang mereka alami. 

"Tok, Tok, Tok" Terdengar suara ketukan pintu dari depan kamar, aku segera menutup dan menyembunyikan buku diary ku lalu segera pergi membuka pintu. Saat ku buka terlihat Sammy dan Kei yang datang dengan sebuah plastik berisi beberapa makanan dan beberapa botol minum, segera kusuruh mereka masuk.


"Ini dari Bu fira, yang rumahnya disamping. Katanya buat kita makan" ucap Kei sembari menaruh seplastik makanan itu di meja.

"Ini juga dari pak somi! Katanya ada sisa botol minum dari acara minggu lalu, jadi buat kita" tambah Sammy dengan senyum cerah, aku mengangguk dan segera mengambil sebuah piring.

"Kalian jangan lupa cuci tangan dulu, kakak mau beresin rumah dulu sebelum tuh pak tua bangun" ucapku lalu pergi keluar kamar.


  Begitulah keseharian ku dan adik-adikku, memang tidak ada yang sepsial karena hampir semuanya diisi dengan kekerasan, bentakan, umpatan, jeritan dan berbagai hal lainnya. Jujur aku sudah merasa hampir gila karena harus mengurusi pak tua pengangguran tak tau diri dan terimakasih, coba saja kau pikirkan orang itu kerjaannya hanya duduk dideoan tv sembari terus minum alkohol dan terus-terusan menyuruh-nyuruh ku melakukan ini itu.

  

  Untungnya, hari yang sudah lama kutunggu-tunggu datang. Hari dimana semua keadaan ku dan adik-adikku akan berubah, hal yang sudah kurencanankan sejak ibuku meninggalkan rumah ini. Mungkin bagi kalian rencana yang akan kulakukan terdengar gila, sangat-sangat gila, tapi kurasa ini adalah cara paling ampuh dan cocok untuk orang sepertinya. Dan aku sudah membicarakan ini dengan adik-adikku, asal kalian tau saja Sammy dan Kei bukanlah anak-anak yang sama seperti anak seusia mereka. Mereka sudah beberapa kali mencoba membunuh pria itu, walaupun hasilnya gagal karena mereka bergerak sendiri-sendiri. 

  

  Hari ini aku kembali dipanggil oleh pria itu, sembari berjalan aku diam-diam melirik kearah belakang tempat Kei dan Sammy bersembunyi.

  "Ada apa lagi?" Tanyaku, pria itu tampak lebih mabuk dari sebelumnya coba saja kau hirup aroma disekitarnya. Sungguh rasanya aku akan muntah jika terus berada di sekitarnya, aku berpikir apakah orang ini juga mandi atau tidak.

  

  "Plak!" Suara tamparan keras terdengar keseluruh ruangan, aku yang merasakan tamparan tersebut tentu saja terkejut karena tidak menduga hal itu akan terjadi. Aku meliriknya kesal dan marah, dapat kurasakan jantungku memompa lebih cepat karena aku berusaha menahab emosiku.

  "Apa-apaan itu?! Apa maksudmu melakukan itu, pak tua?!" Ucap ku kesal dengan nada sarkas. Kulihat wajahnya mengeras karena emosi yang akan meledak, bahkan dapat ku lihat beberapa urat mulai menonjol pada sisi lehernya dan punggung tangannya.

  

  "Kau sekarang sudah berani berteriak seperti itu padaku, hah? Dan apa tadi? 'pak tua'?? Apa aku tak salah dengar? Hah?!" Bentaknya lalu tanpa memberi jeda langsung saja ia menendang perutku hingga aku terodorng kebelakang. Baru saja aku mengambil napas, pria itu langsung memukuli ku terus menerus. Dapat kurasakan benda cair mulai menetes dari arah dahi ku dan kulihat setetes darah turun, sepertinya kepalaku bocor. Ditengah-tengah keadaan seperti itu, tiba-tiba saja Sammy muncul dan menghadang pria itu untuk berhenti memukuli ku.

  

  "B-berhenti! Jangan sakiti kakakku, dasar jahat?!" Teriak Sammy. Untuk sebentar aku merasa tersentuh tetapi segera kusadari, pria itu sudah menunjukkan ancang-ancang untuk beralih memukuli Sammy. Segera sebelum tinju itu menyentuh Sammy, aku segera memeluknya untuk melindunginya.

  "Bruk! Bruk!" Suara pukulan keras bergema hampir satu ruangan itu dan ku dengar juga suara isakan sammy dari dalam pelukanku.

  

  Setelah beberapa saat pria itu tiba-tiba saja berhenti memukuliku, aku melepaskan pelukanku pada sammy dan melihat kemana pria br*ngsek itu pergi. Sebelum ia kembali, aku dengan cepat menyuruh Sammy untuk pergi mendekat kearah Kei. Rasa ingin meledakkan emosiku semakin besar setelah melihat darah dari hidung Sammy, mungkin tak terlalu parah seperti keadaan ku tetapi tetap saja. Bisa-bisanya pria br*sek, kep*rat, sint*ng, si*lan itu menyakiti adikku.

  

  Saat kulihat Sammy berlari pergi, kulihat bayangan pria itu yang bersembunyi dibalik tembok sembari memegang sesuatu. Merasa insting ku akan tepat sasaran, aku segera berlari kearah Sammy dan tepat saat itu dari samping Sammy pria itu keluar dengan sebuah pisau dapur yang segera diluncurkannya untuk menyakiti sammy. Sammy yang melihat serangan tiba-tiba itu merasa membeku, tubuhnya terasa seperti tak bisa ia gerakan.

  

  Untungnya gerakan lariku sedikit lebih cepat, jadi aku bisa memeluk Sammy untuk melindunginya. Kabar baiknya Sammy baik-baik saja daei serangan tiba-tiba tersebut dan kabar buruknya.... terlihat sebuah pisau menancap di punggung ku.

Punggung ku mulai terasa kebas dan darah mulai menetes, kulihat pria itu menatap shock pada apa yang terjadi. Pria itu terlihat seperti patung, ia tidak bergerak sedikit pun tapi dapat kulihat bahwa matanya mulai sedikit bergetar.


   Aku segera mendorong Sammy menjauh dariku dan berbalik menyerang pria itu, Tampaknya rasa shock masih melekat padanya terlihat dari ekspresi nya. Ku tendang balik perutnya hingga ia terdorong, beberapa kali saat kuserang pria itu hanya menangkis entah kenapa ia tidak melawan balik dan hanya menatapku horor. Sungguh walaupun situasinya seperti ini, aku lebih merasa merinding melihat tatapan horor orang itu. Setelah beberapa kali kuserang, akhirnya pria itu terpojok. 

   "Kau...harus membayar...apa yang selama...ini...kau lakukan...si*lan" ucapku terengah-engah.

   "Hahaha... HAHAHAHAHAHAHAHA! HA! KAU PIKIR KAU BISA MENJADI LEBIH KUAT ATAU HEBAT JIKA KAU HANYA MEMOJOKKANKU SEPERTI INI?! HA?! KAU PIKIR KAU AKAN MENDAPAT BANYAK HARTA HANYA KARENA INI?! INGATLAH MAU KAU BERBUAT SEPERTI APAPUN, HAK ASUH DIRIMU DAN KEDUA ADIK BODOHMU ITU ADA DI TANGANKU, DASAR ANAK SI*LAN!!" teriak pria itu yang terdengar seperti orang gila, tapi tak kuidahkan karena memojokkannya seperti ini bukanlah tujuan dari rencanaku.

   "Pft-... Kau pikir aku menginginkan hak asuhku dan kedua adikku ada di tangan ibuku? Kau pikir aku ingin menjadi lebih kuat? Dan kau pikir aku menginginkan harta mu? Hahahahahahahahha! Jangan bercanda pak tua..." Ucap ku sembari mengeluarkan ponselku dari saku celanaku.

   "...sayang sekali, itu semua salah. Nyatanya harta ku lebih banyak dan untung dari dirimu, sekarang perhatikan bagaimana proses kau memiliki kamar baru...'Ayah'" ucapku sembari menghubungi polisi, pria itu mematung menatapku tak percaya dengan mata yang masih terlihat horor.

   

   Disaat setelah aku menghubungi polisi, aku pun mundur beberapa langkah dan terjatuh karena semua energiku sudah habis ditambah pisau yang masih menancap di punggung ku itu. Entah kenapa rasanya cukup menyenangkan melihat ekspresinya itu dan terasa sangat...lega. Disaat kesadaranku mulai menipis, dapat kudengar suara panggilan dari pintu depan rumah.

   

   "Brak!" Suara pintu terdobrak terdengar memperlambar kesadaranku yang mulai menipis. Kulihat beberapa orang mulai datang, kulihat Kei dan Sammy yang menatapku khawatir bahkan Sammy sudah meneteskan air matanya. Ssepertinya mereka berdua yang memanggil para warga dan lainnya kesini, di aaat aku dibopong oleh salah seorang warga aku mendengar suara brontakan yang sangat familiar yang membiatku melirik. Ternyata benar itu terasa familiar, karena suara itu berasal dari pria itu 'ayahku' yang selama ini selalu kejam pada ku dan adik-adikku.

   

   "Apa yang kau lakukan?! Lepaskan! Lepaskan aku!! Kalian bed*bah si*alan, lepaskan aku!! Akan ku bunug kalian semua!" Ucap pria itu memberontak saat para polisi mulai berdatangan. Pft-....rasanya lucu juga melihat pria itu mulai berubah menjadi seperti benar-benar orang gila, harusnya ku videokan. Akupun akhirnya kehilangan kesadaranku, suara-suara bising itu mulai tak terdengar, semuanya sunyi dan yang ku lihat hanya kegelapan tanpa cahaya setitik pun.

   

   Setelah beberapa saat akhirnya aku kembali membuka mataku, dapat ku cium bau obat-obatan ditempat itu dan terlihat Kei dan Sammy yang tersenyum lega dan senang melihatku. Bingung dengan apa yang terjadi, aku hanya menepuk pelan kepala Sammy. Sedangkan Kei terlihat sedang memanggil seseorang, sepertinya ini berada di rumah sakit.

   

   Kei datang dengan seorang dokter dan perawat, ia jugaenjelaskan apa yang terjadi. Itu sebenarnya membuatku merasa sangat lega, terapi masih ada satu hal yang aku lakukan sebelum bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala ketia semuanya masih terasa normal. Banyak waktu telah terlewati, aku memghabiskan waktu-waktu itu dengan duduk dan berbaring di ranjang rumah sakit. Jujur ini membosankan, sangat membosankan tapi mau bagaimana lagi, jika kukatakan aku sudah sembuh pasti tidak ada yang percaya.

   

   Tiba pada akhirnya waktu untukku diperbolehkan pulang, tadinya aku berencana untuk langsung beristirahat dirumah tetapi aku teringat satu hal.

   "Kei, kamu...inget dimana si br*ngsek itu di tahan nggak?" Tanya ku, kei yang tadinya sedang menikmati suasana menarapku dengan alis yang mengkerut.

   "Kenapa kau bertanya? Tidak mungkin kau ingin minta maaf pada orang itu kan?" Tanya Kei yang merasa aneh membuat Sammy yang berada di sebelahku juga menoleh padaku.

   "Tidak mungkin! Kenapa aku harus minta maaf? Kenapa aku harus menyesal? Aku hanya ingin berbicara satu-dua kata saja, tidak lebih" ucapku, Kei terdiam sebentar lalu menagguk

   "Tapi ingat jaga jarak, bisa-bisa kau kena tusuk lagi oleh si si*lan itu" ucap Kei memeringati diriku dan ku jawab anggukan.

   

   Kami pun pergi kesebuah kantor polisi dan menemui pria itu yang tengah terbengong menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Kami diberikan waktu 3 menit untuk berbicara karena saat itu kami juga mengunjunginya saat larut malam, ku goyangkan jeruji besi itu dan membuat pria itu menoleh dan menatap terkajut padaku.

   "Kau...kau!! Semua salah mu, si*alan!" Tiba-tiba saja pria itu kembali berontak, untungnya aku dengan cepat menjauh dari jeruji besi itu.

   "Hei, hei, ayah... tenanglah, aku hanya ingin berbicara sedikit padamu. Apa begitu sikapmu saat menerima seorang tamu? Lagipula aku juga malash berlama-lama disini" ucapku dengan nada provokasi, terlihat pria itu mulai mengeggam erat jeruji besi itu dan menggeram.

   

   "Nah, nah tenang saja, aku hanya ingin mengatakan....'Aku tidak berbicara, bukan berarti aku bisu' semua bisa terjadi jika aku menginginkan nya, jadii...jangan coba-coba macam-macam denganku ataupun adik-adikku lagi" ucapku diselingi dengan seringai.

   "Oh! Dan sekarang hak asuh mu sudah dicopot paksa, sekarang hak asuh kami ada ditangan ibu! Yaaah...walaupun kami tetap tidak akan tinggal bersama, tapi setudaknya kami akan beberapa kali bertemu" ucapku dengan nada sedang dengan sedikit menatap rendah pria itu.

   "Kau....jal*ng kecil, akan kupastikan kau ku habisi....'Ruby'" ucap pria itu disela-sela menggeramnya.

   "Yaa terserah, hanya itu yang ingin kuucapkan, bye-bye!" Ucaoku sembari melenggang pergi.

   

   Di tempat tunggu, terlihat Sammy yg tertidur bersandar pada Kei yg juga sedikit menguap. Aku tersenyum kecil melihat hal imut itu. Kei yang melihatku sudah selesai pun bertanya.

   "Apa yang kakak bicarakan dengan pria itu?" Tanyanya penasaran, aku mengendong Sammy di punggung ku dan berjalan keluar dari kantor polisi itu bersama Kei disampingku.

   "Bukan hal yang penting, hanya basa-basi beracun. Nanti kau juga akan mengerti" ucapku dan diangguki Kei.

   "Nah! Bagaimana jika kita beli beberapa cemilan dan donat?? Apa kau mau?" Tanya ku menawari Kei, aku menatap matanya yang sudah penuh dengan binar-binar terang dan segera Kei menganggukan kepalanya.

Posting Komentar

 
Top