0

        Langit Januari Atmodjo duduk di atas pasir, jari-jarinya mengais butir-butir halus yang dingin oleh angin sore. Lautan yang terhampar di hadapannya berkilauan, memantulkan warna-warni lembayung senja. Waktu seakan melambat saat ombak bergulung perlahan, datang dan pergi, seperti kenangan-kenangan yang silih berganti hadir dalam benaknya.


"Kenapa kita selalu kembali ke tempat ini?" Suara Maudy Pramusita terdengar di sampingnya. Dia berdiri, siluetnya berbaur dengan matahari yang perlahan tenggelam, matanya menatap cakrawala seolah mencari sesuatu yang tak pernah ditemukan.


Langit tersenyum kecil. "Mungkin karena tempat ini adalah satu-satunya yang masih sama sejak semua berubah."


Maudy menunduk, tersenyum lemah. "Sama, tapi berbeda," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri. Dia duduk di samping Langit, membiarkan rambutnya yang tertiup angin menyentuh bahu pria itu.


Langit menghela napas panjang. "Dulu, kita selalu datang ke sini untuk bermimpi. Melihat laut dan langit yang tak berujung, berharap suatu hari kita akan menemukan tempat kita di dunia ini."


"Tapi sekarang," potong Maudy, "kita kembali hanya untuk mengenang."


Keheningan menggantung di antara mereka. Hanya deru ombak dan bisikan angin yang menemani. Waktu, yang dulu terasa melimpah bagi mereka, kini seolah berkurang setiap harinya.


"Saya rindu masa-masa itu," kata Langit akhirnya. "Saat kita masih bisa bermimpi tanpa beban. Saat segalanya terasa mungkin."


Maudy mengangguk. "Saya juga rindu." Dia menatap Langit, matanya dipenuhi sesuatu yang tak terucap. "Tapi kita tidak bisa hidup di masa lalu, Langit. Tidak peduli seberapa indahnya."


Langit memejamkan mata, membiarkan kata-kata Maudy meresap. "Saya tahu," jawabnya pelan. "Tapi sulit rasanya meninggalkan apa yang pernah membuat kita merasa hidup."


Maudy tersenyum, kali ini lebih hangat. "Mungkin karena kita belum menemukan sesuatu yang baru untuk membuat kita merasa hidup lagi."


Langit menoleh, menatap wajah Maudy yang diterangi cahaya senja. Ada kehangatan di sana, sesuatu yang selalu ia temukan di diri wanita itu, namun tak pernah ia sadari betapa pentingnya hingga saat ini.


"Bagaimana jika kita mulai sekarang?" tanya Langit. "Mencari hal-hal baru untuk kita jalani. Mencari hidup yang belum kita temukan."


Maudy terdiam sejenak, lalu mengangguk perlahan. "Ya, mungkin sudah saatnya."


"Maybe it's time for us to start finding new dreams to chase."

Posting Komentar

 
Top