0

    Pt.1


     Kenapa semuanya terasa begitu aneh? Jantung ku berdebar kencang saat melihat 'dia'. Kenapa ya? Apakah aku memiliki penyakit jantung? Itu tidak mungkin. Mataku menyapu setiap inci kelas, dan lagi-lagi aku selalu terpaku olehnya. Saat kami melakukan kontak mata aku pura-pura melihat kearah lain, dan seolah acuh tidak pernah melihat kearah nya. 

Semua ini berawal dari secarik kertas, yang di gumpal menjadi sebuah bola dan melayang kearah kepala ku. 

Pluk!

"Aduh... Siapa sih?"

Aku mendongak kearah kertas yang mendarat di kepala ku, saat aku sedang tidur nyaman di mejaku. 

"Maaf cakra, aku gak sengaja"

Ajeng memberikan gestur tangan maaf, dan terlihat bahwa wajah nya sudah merah malu.


Teman-temannya hanya tertawa di belakangnya yang mungkin masih terdengar oleh Ajeng, aku hanya mengangguk kecil kemudian kembali membenamkan wajah ku di meja.

"Ajeng! Makanya jangan batu kalo di bilangin!"

"Iya tuh! Rasain kan malunya!"

Setiap lontaran perkataan itu bisa kudengar, dan aku bisa tau bahwa Ajeng masih malu soal tadi.

Bel istirahat pun berbunyi dan aku merenggangkan otot-otot ku yang terasa kaku, merasa lega bisa tidur disaat jamkos. Seseorang melingkari tangannya di bahuku 

"Dasar tukang tidur! Di cariin taunya dikelas"

Itu adalah suara orang yang kukenal, ya Harsa.

"Siapa yang suruh nyariin?"

Jawab ku acuh dan merasakan tamparan kecil di bahu belakang ku, cukup membuat ku merasakan sakit.

"Ayo cepetan! Laper nihh"

Harsa mengelus perutnya dan keluar dari kelas, meneriaki ku lagi agar segera bangun. Aku hanya menghela nafas kesal, dan segera bangkit dari dudukku.


Mungkin sebagai anak SMA aku cukup tinggi, dan kepala ku saja hampir menyentuh tinggi pintu kelas. Bahkan beberapa kali aku terbentur, membuat ku harus ekstra hati-hati. Aku melirik kearah belakang ku saat seseorang mau keluar kelas juga, itu adalah Ajeng. Dia benar-benar sangat mungil, dan bahkan tidak sampai se dadaku.

"Permisi..."

Suara lembutnya terdengar pelan tetapi masih bisa kudengar, dan aku menggerakkan tubuhku kesamping. Membiarkan dia lebih dulu berjalan, dia cukup imut.

"Woi Cakra! Cepetan!!"

Suara Harsa terdengar dari kejauhan dan dia sudah mulai kesal, aku pun menyipitkan mataku sedikit dengan kesal. Aku bergerak kearah Harsa sedikit melirik kearah tempat Ajeng sudah pergi, masih kepikiran akan sesuatu.

Kantin begitu ramai dan benar-benar penuh, dengan murid yang lapar setelah pelajaran yang panjang. Berbagai macam bau ada disana, dan suara orang-orang mengobrol sangat lah gaduh. Aku tidak suka tempat ini.


"Sebaiknya kau lebih cepat dalam memilih"

Nada suara ku terdengar biasa saja, tetapi Harsa tau bahwa aku sedang mencoba memperingati dia bahwa aku mau cepat-cepat pergi.

"Sabar dong, karena lu juga gw jadi telat ke kantin tau!"

Aku memilih untuk menjauhi kerumunan, dan memilih tempat untuk duduk. Aku memilih untuk melihat beberapa aktivitas, yang dilakukan oleh orang-orang berlalu lalang. Dan mataku terkunci di satu orang, Ajeng. Dia bahkan juga lebih kecil dari teman-temannya, serta tawa di wajahnya membuat dia lebih bersinar. Aku agak bingung kenapa aku menatap seperti ini? Aoa karena dulu kami berteman? Itu tidak ada hubungannya. Memang sejak sd kami selalu satu sekolah, dan bahkan sering sekelas. Tetapi kami tidak cukup dekat, karena aku cukup acuh dengan perempuan. Tetapi ada sesuatu didalam diriku, yang menaruh perhatian lebih ke Ajeng.

"Cakra! Di panggil kagak denger-denger!"


Aku menatap kearah Harsa dan tidak menjawab apapun, terlihat diwajahnya bahwa dia kesal.

"Lu kenapa sih aneh banget?"

"Gak papa"

"Ah udah lah, susah ngomong sama kulkas"

Aku mengangkat bahuku acuh kemudian kami berjalan untuk bertemu teman-teman lainnya, seperti biasa aku memilih untuk pergi ke perpustakaan. Aku hanya menemani Harsa ke kantin, kemudian menghabiskan waktu ku untuk membaca karena aku tidak terlalu lapar. Seperti biasa perpustakaan selalu menjadi tempat yang sunyi dan tenang, cocok sekali untuk ku. Aku mulai menelusuri setiap rak dan mencari buku yang kucari, aku melihat bahwa ada beberapa buku novel yang ingin kubaca. Sampai tiba-tiba aku sedikit mendengar suara keributan yang familiar, saat kulihat itu adalah Ajeng. Dia sedang berdebat dengan penjaga perpustakaan, karena suatu hal yang tidak ku ketahui. Aku memilih untuk acuh, dan mengambil sekitar dua buku dan duduk di kursi. Aku melihat Ajeng sedang menata rapih beberapa buku kembali ke rak, dan sepertinya dia mendapatkan hukuman.

Posting Komentar

 
Top