0

Pt. 2


      Aku menatap ayah ku yang terbaring di kasur rumah sakit dengan infus di tangan nya, serta monitor detak jantung. Aku mengecup dahi ayah ku, kemudian tersenyum lembut. Aku mencintai nya, tapi terkadang ada yang tidak ku pahami dari nya. Sudah lama sekali ayah ku tidak bangun dari koma nya, dokter pun juga bilang bahwa detak jantung ayah ku semakin hari semakin memelan. Aku tidak bisa membayangkan saat ayah ku tiada nanti, sementara aku sendirian tidak memiliki siapapun lagi. Aku pun berdiri dari duduk ku di kursi, dan memutuskan untuk pulang.

"Selamat malam ayah..."

Aku berjalan keluar kamar rumah sakit, dan tidak lupa menutup pintunya kembali. Aku meminta teman ku yang bernama Yaku untuk menjemput ku, aku sedikit takut jika pulang menaiki bis.

Aku berdiri di depan rumah sakit, sambil melihat kearah ponsel ku. Aku kemudian teringat dengan kalung jimat yang kakek itu berikan, aku masih menyimpan nya dan tidak kupakai. Aku melihat mobil Yaku sudah sampai dan aku melambaikan tanganku, saat mobil Yaku berhenti di depan ku lalu aku masuk ke mobilnya.

"Maaf menunggu lama, jalanan cukup padat tadi"

"Tidak apa-apa Yaku, itu tidak masalah"

Sepanjang perjalanan aku merasakan lebih lega untuk melupakan beberapa kejadian tadi, dan tentunya mengobrol dengan Yaku sangat membantu.

"Hei Makomo, bagaimana soal kondisi ayah mu?"

"Bisa terbilang semakin memburuk.."

"Aku minta maaf jika ini topik yang cukup sensitif"

Yaku mencoba sebisa mungkin tidak membuat ku sedih, tetapi aku tidak masalah jika dia bertanya.

"Tidak apa-apa, lagi pula aku harus mencoba ikhlas jika nanti ayah pergi"

"Terimakasih Yaku!"

Aku melambaikan tanganku padanya saat turun dari mobil, dan sekilas kulihat dia juga membalas lambaian tangan ku. Aku berjalan masuk ke rumah dan mulai mencari kunci, anehnya aku lupa ku taruh dimana.

"Makomo, apa kabar?"

Aku melihat kearah belakang yang ternyata itu adalah tetangga ku, sekaligus teman ibuku.

"Ah... Emi san, saya baik-baik saja"

"Yaampun kau sudah tambah dewasa saja"

Emi tertawa kecil sambil menepuk bahuku, dan aku hanya mengangguk kecil.

"Terimakasih, Emi san"

"Ah... Makomo aku hanya ingin bilang, apakah dirumah mu tadi ada seseorang?"

Aku langsung terdiam dan jelas bingung, tetapi juga merasakan sesuatu yang janggal.

"Tentu saja tidak, saya tadi sedang pergi ke rumah sakit menjenguk ayah"

Aku bisa melihat Emi tampak berpikir, tetapi dia yakin dengan apa yang dia lihat.

"Yaampun, aku tadi melihat seorang perempuan berjalan disekitar rumah mu. Aku mengira itu adalah kau, tetapi ternyata bukan..."

Lagi-lagi aku dibuat terdiam dan mengingat apa yang dikatakan oleh kakek asing itu, dan juga siluet perempuan yang sering kutemui.

"Mungkin anda salah lihat, Emi san"

"Kau benar Makomo, baiklah kalau begitu. Sampai bertemu lagi~"

Emi melambaikan tangannya kepada ku, dan kubalas. Aku meraba tas ku lagi, dan aneh nya kali ini kunci rumah ku ketemu. Kemudian aku mulai masuk rumah, tidak lupa melepaskan sepatu.

"Tadaima.."

Aku bergumam kecil sambil melihat sekitar walaupun tidak ada yang menyambut, tetapi aku merasakan memang ada seseorang selain aku. Aku melihat pecahan dari bingkai foto keluarga kami terjatuh, dan berserakan di lantai.

"Bagaimana ini bisa jatuh.."

Aku segera mengambil sapu dan juga saupan, lalu mulai menyapu pecahan beling itu. Sekilas dari ekor mataku aku melihat seseorang berjalan menuju ke kamar ruang tamu, tetapi saat aku menengok dibelakang tidak ada siapapun.

Aku mencoba melupakan tadi, dan membuang pecahan beling itu ke dalam tempat sampah. Tetapi secara tiba-tiba aku mendengar seseorang sedang menyapu di halaman belakang, itu sangat jelas. Aku membuka pintu belakang dan melihat, bahwa sapu tergeletak di tengah-tengah tanah taman. Semua ini aneh dan memang nyata nya, ini semua adalah kegiatan ibu semasa hidupnya. Dia suka sekali ke kamar di ruangan tamu, dan menyapu taman. Tetapi itu tidak mungkin-

Aku merasakan merinding di bulu kuduk ku, karena aku merasakan sedang di tatap. Aku mendongak kearah atas, dimana ruangan ibuku terlihat melalui jendela. Disana aku melihat perempuan rambut panjang dengan mata melotot, seolah dia marah dan dia ibuku. Aku tidak tau mengapa alasannya ibuku terlihat marah, apa mungkin karena kalung jimat nya?

Aku mengambil kalung jimat di kantong jaket ku dan itu menyala berwarna merah keorenan, tandanya ada bahaya di sekitar ku. Apa mungkin karena kehadiran ibu? Dia juga tampak sangat marah melihat kalung jimat ini.


✧End⁠✧

Posting Komentar

 
Top