Matahari sore itu memancarkan sinar keemasan, menyusup di antara celah-celah dedaunan pohon yang rindang di taman kota. Angin lembut berhembus, membawa harum wangi bunga-bunga yang sedang bermekaran. Di salah satu sudut taman, Jinan Rakeisha duduk di bangku kayu, memandangi buku sketsa yang ada di pangkuannya. Pensil di tangannya berhenti menari ketika sebuah bayangan menyelimuti halaman yang sedang ia gambar.
"Boleh gue lihat?" suara itu lembut tapi terdengar akrab. Jinan mendongak dan menemukan Bintang Elio berdiri di depannya, dengan senyum yang selalu berhasil membuat hatinya berdebar.
"Ini... don't expect too much tapi ya," Jinan cepat-cepat menutup buku sketsanya.
Bintang tertawa kecil dan duduk di sebelah Jinan. "Gue yakin gambar lo bagus, biasanya kan gitu."
Jinan hanya tersenyum kecil. Mereka sudah saling kenal sejak kecil, tetangga dan teman sekolah. Meski begitu, perasaan yang tumbuh dalam diri Jinan terhadap Bintang selalu ia pendam rapat-rapat. Ia takut, apabila mengungkapkan perasaan nya akan mengubah segalanya.
"Kenapa sih, lo selalu gambar di sini?" tanya Bintang tiba-tiba, memecah keheningan. Ia menatap Jinan dengan kedua bola matanya.
Jinan mengangkat bahu. "Ya... suka suasananya aja sih."
Bintang mengangguk pelan. "Aku bisa mengerti. Kadang, aku juga datang ke sini cuma buat mikir."
"Mikirin apa?" Jinan penasaran. Bintang selalu tampak tenang dan ceria, sulit membayangkan ada sesuatu yang membuatnya perlu berpikir dalam-dalam.
"Mikirin banyak hal," jawab Bintang sambil tertawa kecil. "Tentang masa depan, mimpi-mimpi, seseorang."
"Seseorang?"
Bintang mengangguk, memandang jauh ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang menarik di kejauhan.
"Siapa?" tanya Jinan pelan.
Bintang tersenyum dan mengedipkan mata. "Ada deh," jawabnya dengan nada bercanda.
Jinan mendengus, pura-pura cemberut. Lengan kiri nya bergerak mencubit tangan Bintang dengan pelan.
Saat itu, suara tawa dan langkah kaki terdengar mendekat. Sekelompok teman mereka, Juli, Rumi, dan Wilo, datang menghampiri sambil bercanda.
"Cieee, pacaran mulu nih!" seru Rumi, mengedipkan mata jahil.
Jinan dan Bintang langsung memerah. "Dih enak aja!" sahut Jinan cepat-cepat, sambil menyembunyikan senyum kecilnya.
"Kita ngobrol doang kok," tambah Bintang, meskipun matanya sedikit berkilat.
Juli tertawa dan duduk di samping Jinan. "Ngobrolin apa sih, sampai mukanya merah gitu?"
"Kepo," jawab Jinan singkat, membuat yang lain tertawa lagi.
"Kita nggak mau ganggu. Tapi kita mau makan es krim nih, ikut nggak?"
Bintang mengangguk antusias. "Ikut!"
Jinan tersenyum, menutup buku sketsanya dan bangkit berdiri. "Gue juga."
Mereka berjalan bersama menuju kedai es krim di sudut taman, tawa dan canda menghiasi perjalanan mereka. Di kedai es krim, mereka memesan berbagai rasa favorit mereka dan duduk di bangku panjang di luar, menikmati es krim sambil mengobrol.
Sambil menikmati es krim rasa stroberi favoritnya, Jinan melirik Bintang yang sedang asyik menyantap es krim cokelat. Juli, Rumi, Wilo terus bercanda, membuat suasana semakin hangat dan penuh keceriaan. Meski begitu, di tengah tawa dan canda itu, Jinan dan Bintang hanya saling pandang, tersenyum kecil, seolah-olah ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka.
Demikianlah, di bawah sinar matahari yang mulai tenggelam, mereka duduk berdampingan, menikmati es krim dan membiarkan perasaan itu menggantung di udara. Mereka tahu, meski tak diucapkan, perasaan itu ada dan tumbuh di antara mereka. And maybe, one day, they will have the courage to say it to each other.
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.