Part 2
Teman-teman, sebelum tidur, pastikan kalian semua sudah sikat gigi, cuci muka, dan yang terpenting berdoa!"
"Sudah! Kita semua sudah sikat gigi dan cuci muka tadi! Yang belum hanya.. berdoa!" Jawab Rayman.
"Pintar! Kalau begitu ayo berdoa."
Mereka pun berdoa, lalu tidur dengan lelap. Ruangan itu terasa sangat sunyi saat mereka tertidur. Tersisa Dareen dan dokter Gavin yang masih bangun.
"Hoaamm... aku mau langsung pulang ya." Ucap daren sambil menguap. Sepertinya energinya sudah habis.
"Ya, baiklah, pulang sana. Kau juga sudah harus ada disini esok pagi."
"Baiklah, selamat malam Gavin." Dareen pergi keluar ruangan dan pergi meninggalkan Rumah Sakit Loka.
Pagi yang hangat menyambut para dokter yang sudah berlalu lalang di lorong. Tak lupa dokter Gavin dan Dareen yang datang lebih pagi dari biasanya. Saat memasuki ruangan Blue Butterfly, Dareen melihat anak-anak yang sedang beraktivitas. Dareen juga melihat Kaivan yang masih tertidur lelap.
"Selamat pagi teman-teman!" Sapa Dareen dengan ceria.
"Pagi kak Dareen! Lihat! Semua soal yang kakak kasih ke Danu, sudah terselesaikan dengan sempurna!"
"Wah hebatnya! Kakak juga sudah menyiapkan so-"
"I-ibu.. ibu! JANGAN! IBU JANGAN TINGGALKAN IVAN!! IVAN TIDAK MAU DENGAN AYAH! IVAN MAU DENGAN IBU! IBU!!" Kaivan yang masih tertidur, sontak berteriak yang membuat seisi ruangan terkejut. Dareen dengan sigap berlari menuju Kaivan.
"Ivan.. sayang.. ada apa? Kak Dareen ada disini.." Dareen berusaha tenang dan bicara lembut.
"T-TIDAK! JANGAAAAN!!" Ivan terbangun dan mendadak terduduk dari tempat tidurnya sambil terengah-engah.
"Ivan, Ivan tadi mimpi buruk ya?" Dareen refleks meraih Kaivan ke dalam dekapan kedua tangan yang dilingkarkan. Kaivan menangis dalam dekapannya.
"Tidak apa-apa, Ivan. Semua orang pasti mengalami yang namanya mimpi buruk. Kalau Ivan masih ingin menangis, menangis lah sampai Ivan merasa lega, ya?" Sontak Kaivan menangis dengan kencang.
"Aku tahu semua orang mengalami mimpi buruk, tapi yang Ivan alami.. itu sangat buruk." Batin Dareen sembari mengusap lembut punggung Kaivan. Dareen juga merasakan apa yang dirasakan Kaivan. Sakit. Benar-benar sakit.
Hingga tangisan Kaivan mereda, Kaivan melepas dekapan dari Dareen. Kaivan mengusap air matanya yang masih menetes, juga hidungnya yang masih mengeluarkan ingus.
"Sudah? Ivan sudah lega?" Ivan mengangguk pelan.
"Kakak ada sesuatu untuk Ivan," Dareen merogoh kantongnya untuk mengambil barang.
"Ta-da! Kak Dareen punya coklat! Ivan mau?"
"S-su-susu..?"
"Hm?" Dareen tak mengerti apa yang dikatakan Kaivan.
"Maksud Kaivan, di coklat itu ada susunya tidak, karena Kaivan tidak bisa makan atau minum yang mengandung susu." Jawab Atma. Ah, jadi begitu.
"Ah, tidak masalah Ivan! Coklat ini tidak mengandung susu! Ivan mau?" Lagi-lagi Ivan hanya mengangguk saja.
"Baiklah! Tapi Ivan sarapan dulu ya, setelah sarapan baru boleh makan coklatnya. Teman-teman yang lain juga mau coklat? Kakak bawa banyak hari ini!"
"Mau! Atma mau kak!"
"MAU!! RAYMAN JUGA MAU!!"
"Danu mau! Asalkan Danu telah menyelesaikan soal yang kakak berikan!"
"Baiklah, kakak bagikan ya."
Dareen membagikan coklat tersebut ke semua anak di ruangan Blue Butterfly ini.
"Rayman, ini coklatnya. Tapi berjanji lah pada kakak."
"Janji? Janji apa kak?" Tanya Rayman dengan penasaran.
"Berjanjilah pada kakak kamu harus sembuh, secepatnya! Oke?"
"Okee kakk! Rayman berjanji!"
"Atma, coklatnya kakak taruh di meja ya, kalau mau makan, panggil kakak biar kakak buka kan bungkusnya."
"Baiklah, kak Dareen."
"Danu, apakah Danu sudah selesai mengerjakannya?"
"Ugh, 1 soal lagi kak! Yang ini ditambah ini.. lalu di beri rumus ini.. lalu.. dan, selesai!"
"Cepat sekali! Sekarang ayo makan coklatnya!"
"Tidak bisa. Danu tidak bisa makan coklatnya kak."
"Kenapa, Danu?"
"Kata mama, Danu tidak boleh melakukan hal lain selain belajar, agar Danu bisa masuk ke sekolah impian Danu." Dareen sedikit terkejut dengan perkataan Danu.
"Danu boleh kok makan coklat ini sekarang, Danu juga boleh kok bermain dengan teman-teman atau dengan kakak. Danu tidak perlu terus menerus belajar untuk mencapai sekolah impian Danu karena Danu sudah hebat! Kakak yakin Danu sudah berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya." Jelas Dareen. Dareen sangat sedih, anak seusianya yang harusnya masih bisa bermain dan masih bisa melihat dunia dengan bebas, harus belajar karena tekanan orang tua.
"Teman-teman jangan lupa berterima kasih kepada kak Dareen." Ucap Atma. Anak ini benar-benar seperti kakak pada umumnya, sangat dewasa.
"Terimakasih kak Dareen!" Semua bicara dengan serentak.
"T-terima k-kasih k-ka-kakak da-dareen.." pertamakalinya Kaivan memanggil namanya. Bahagia rasanya, dan Dareen baru menyadari bahwa Kaivan tidak begitu lancar berbicara.
"Sama-sama Ivan! Sarapan dulu yuk!"
Cklek!
"Selamat pagi teman-teman. Apakah Ivan sudah bangun?"
"Pagi kak Gavin! Sudah, Ivan sudah bangun." Jawab Atma.
"Kalau begitu, Ivan sarapan dulu ya, kakak sudah bawakan makanannya."
"Kak Gavin, lihat! Kita semua diberikan coklat dari kak Dareen!" Seru Rayman.
"Wah enaknya, kakak dapet gak nih?" Rayman langsung melirik Dareen dengan senyuman sembari memakan coklatnya.
"Ah, kalau kak Gavin mah nanti saja kakak kasih yang lain" Dareen meledek Gavin sambil tertawa.
"Omong-omong, coklat ini tidak mengandung susu kan ya? Ivan tidak bisa makan yang mengandung susu."
"Aman, sudah aku cek tadi."
———
Setelah Danu mengerjakan soal, ia berniat untuk memakan coklat dari Dareen. Terlanjur ia membuka bungkusan coklat itu, ternyata masih ada yang salah dari salah satu soal. Ia memegang coklat di tangan kiri, dan menulis di tangan kanan.
"Danu, kalau masih mau ngerjain soal, taruh dulu coklatnya, nanti jatuh." Ucap Rayman.
"Iya Rayman, ini sebentar doang kok."
Danu tetap menulis, sembari sekali-kali memakan coklatnya.
Tuk!
"Yahh jatuh coklatnya.." Danu tak sengaja menjatuhkan coklatnya.
"Tuh kan! Sudah ku bilang!" Rayman berseru.
Dareen yang melihatnya langsung membersihkan coklat yang sudah jatuh.
"Sudah-sudah, tidak apa-apa. Lain kali jangan di ulangi ya, Danu."
"Baik kak, maafkan Danu kakak.."
Atma mendengar percakapan tersebut,
"Danu, coklatku belum dimakan. Kamu makan punyaku saja." Ucap Atma.
"Apa? Benarkah Atma? Untukku? Semuanya?!"
"Iya, Danu. Asalkan jangan di ulangi lagi."
"Baiklah Atma! Danu akan makan dengan tenang kali ini! Terimakasih Atma!" Atma tersenyum mendengarnya. Tak hanya Atma, Dareen yang mendengarnya juga ikut senang. Mereka selalu saling berbagi dan saling melengkapi satu sama lain.
"Rayman, bukan kah ini jadwalmu untuk kemoterapi?" Tanya Dareen.
"Ah, iya benar kak."
"Ayo, kakak antar ke ruangan kemoterapi."
"Baik kak." Dareen dan Rayman pergi dari ruangan Blue Butterfly.
Setelah Dareen kembali dari ruangan terapi Rayman, ia langsung menghampiri Atma.
"Hei Atma, hari ini kau melukis apa?"
"Aku melukis suasana hatiku saat ini."
"Oh ya? Hm, bolehkan aku bertanya?"
"Boleh. Kak Dareen mau tanya apa?"
"Kenapa kamu berikan coklatmu ke Danu?
"Kenapa ya? Aku hanya ingin Danu senang."
"Tapi kan coklat itu belum kamu makan sama sekali, apa kamu tidak merasa sedih?"
"Uhm.. tidak. Sama sekali tidak. Malah aku senang bisa memberi apa yang ku punya untuknya."
"Atma, terimakasih ya sudah menjadi orang baik, karena kamu sudah baik kepada orang-orang disini, kakak ada sesuatu untukmu."
"Sesuatu? Apa kak?" Dareen meraih tangan Atma untuk menaruh barangnya.
"Huh? Kuas? Apa ini kuas, kak?"
"Yup! Ini kuas khusus untuk Atma!" Setelah Dareen mengantar Rayman ke ruang kemoterapi, dia menyempatkan untuk membeli kuas di toko yang ada di sebelah Rumah Sakit Loka. Atma meraba kuas tersebut tanpa ada bagian yang belum disentuh.
"Kuas ini.. kuas ini sangat bagus, kak. Atma sangat suka! Terimakasih kak Dareen!"
"Sama-sama, Atma. Teruslah melukis ya!"
Sejujurnya Dareen tidak begitu mengerti soal dunia per-lukisan. Untungnya Atma senang di berikan kuas.
Dareen melihat Kaivan yang sedang sibuk sendiri. Sedang apa dia? Setelah Dareen perhatikan, ia melihat Kaivan sedang bermain dengan plastisin. Dareen memperhatikan Kaivan sedang membentuk sesuatu dari plastisinnya.
"Halo Ivan! Ivan sedang membuat apa?"
"R-ro...bot plas-ti...sin"
Di meja Kaivan ternyata sudah banyak plastisin yang bentuknya beragam. Tetapi yang membuat Dareen terpukau ialah burung flamingo. Kaivan sangat terampil dalam membuat karya dari plastisin.
Cklek!
"Rayman, ini saatnya terapi radiasi." Ucap dokter Gavin.
"Ah.. sudah saatnya ya kak Gavin.."
"Iya, Rayman. Tak perlu takut, kakak akan temani sampai selesai." Selama terapi radiasi, pengidap diharuskan berbaring di meja sementara sebuah mesin besar bergerak di sekitar dan mengarahkan radiasi ke titik-titik yang tepat pada tubuh.
"Kak Dareen.."
"Rayman sayang, percaya sama kakak tidak akan terjadi apa-apa. Bahkan terapi radiasi ini akan membuat Rayman cepat sembuh. Kak Dareen dan kak Gavin serta teman-teman disini akan mendoakan mu, Rayman."
"Baiklah kak Dareen.. Rayman terapi dulu ya.."
"Iya, Rayman." Gugupnya Rayman sangat terasa.
———
Hari demi hari, bulan demi bulan telah berlalu, kehidupan Dareen di ruangan Blue Butterfly berjalan dengan sangat lancar. Atma yang setiap harinya membuat karya-karya yang sangat elok, Rayman yang kini kondisinya kian membaik, Danu yang semakin rajin mengerjakan soal-soal agar dapat masuk ke sekolah impiannya, Kaivan yang semakin hari senyum nya semakin terlihat dan bicaranya mulai lancar. Semua itu adalah kebahagian Dareen. Hingga saatnya Danu memasuki ke sekolah yang baru.
"Danu, hari ini adalah pengumuman hasil tes sekolah mu."
"I-iya kak Gavin." Dari semalam pikiran Danu tak karuan untuk melihat pengumuman hasil tes sekolah impiannya. Ia benar-benar takut. Takut kejadian 3 tahun yang lalu akan terjadi lagi.
*Flashback*
"Anak bodoh! Hanya masuk ke sekolah favorit saja tidak bisa! Mau jadi apa kamu?! Kamu di sekolah ngapain aja sih? Kerjaannya cuma tidur saja ya?! Benar-benar tidak tahu diri, mama sudah bayar les mahal-mahal tapi kamu tidak masuk sekolah favorit, bagaimana coba?!" Danu hanya bisa menangis mendengar perkataan ibunya. Danu tidak tahu apa yang harus dilakukan, sudah terlanjur tidak masuk sekolah impiannya. Akhirnya Danu hanya bisa masuk ke sekolah biasa dengan akreditasi A, yang dimana masih lumayan bagus. Tapi itu tidak membuat ibunya senang. Danu di masukkan ke tempat les oleh ibunya, Danu belajar 6 jam di sekolahnya, pulang sekolah Danu masih harus belajar lagi di tempat les nya selama 4 jam. Bahkan saat malam hari Danu juga harus mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah. Walau hanya tidur selama 3 jam Danu sudah sangat bersyukur.
*Flashback off*
Cklek!
"Danu, sudah ada hasil dari tes sekolah." Dareen memasuki ruang Blue Butterfly dengan semangat, tapi Dareen melihat wajah Danu yang ketakutan.
"Hey, tidak masalah jika kamu tidak masuk ke sekolah impianmu, Danu. Kakak akan tetap bangga padamu." Dareen memegang pundak Danu untuk menghilangkan rasa gugup Danu.
"Iya kak. Terimakasih.."
"Ayo kita buka hasilnya bersama!" Dareen membuka kertas yang ber isikan hasil tes dari Danu. Perlahan-lahan Dareen membuka kertas tersebut semakin terasa tegang, dokter Gavin dibelakang yang ikut melihat juga terlihat tegang.
Jeng.. jeng.. jeng!
"KAK, DANU BENERAN BERHASIL? SERIUS? DANU KETERIMA? TUHAN, TERIMAKASIH!" Yap, Danu diterima di sekolah impiannya. Danu refleks memeluk Dareen. Lega rasanya.
"Tuh kan! Percaya sama kakak, kamu pasti bakal masuk sekolah impian kamu, Danu. Selamat, ya!" Dareen merasa bangga pada Danu, begitupun dokter Gavin. Mereka semua merayakannya dengan penuh kegembiraan.
(Masih ada part 3, sabar ya.)
☆☆☆
Posting Komentar