0

(part 2)

Untungnya Rion, Ceila dan Sena segera bersembunyi dan kabur dari sana, jadi mereka masih tidak ketahuan. Di perjalanan mereka kembali ke kota, Sena meminta maaf karena merepotkan mereka berdua dan tentu saja tidak satupun dari Rion atau Ceila pedulikan, karena mereka melakukan hal itu karena ego mereka yang juga tinggi walau di awal pemikiran Ceila lah yang menentang hal tersebut.

Mereka berkumpul di rumah Ceila untuk membahas strategi dan rencana mereka selanjutnya. Ceila menjelaskan rencana yang memungkin untuk mereka lakukan saat ini seperti apa yang akan mereka lakukan hingga bagaimana cara meringkus kelompok tersebut.

“Seingat ku, mereka mempunyai senjata api dan senjata kejut listrik. Ini akan menyusahkan rencana kita nantinya dan memungkinkan beberapa anggota melarikan diri” gumam Ceila sembari berpikir.

“Kita tidak akan membunuh kan?” Tanya Sena hati-hati sembari menatapnya.

“Tentu saja tidak, mungkin kita hanya akan melumpuhkannya” ucap Rion yang mengerti gumaman Ceila tadi.

“Mungkin…” Ucap Ceila tiba-tiba, Rion dan Sena pun menatapnya.

“..jika kita benar-benar berada dalam bahaya, kita harus melindungi diri kita bahkan jika itu artinya harus ‘membunuh’ “ ucap Ceila menatap mereka dan membuat kedua temannya terdiam.

“Itu jika kita benar-benar terancam, jika tidak ya tidak usah” ucapnya lagi. Rion dan Sena pun mengangguk mengerti.

Mereka mengumpulkan barang-barang sekiranya bisa dijadikan senjata mereka seperti tongkat baseball, panci, potongan besi dan lainnya.

“Baiklah, ayo kita mulai jalankan rencananya!” Ucap Rion dengan semangat, mengundang senyum lelah dan helaan napas kesekian kali Ceila.

Saat ini markas tempat bintang hitam berkumpul sudah mulai menjalan kan rencana mereka, dengan bola kaca di tengah-tengah tempat itu, mereka berkumpul dan mulai membacakan sesuatu. Sementara itu diluar pohon beringin, dengan memakai jaket untuk menutupi diri mereka, Rion dan Sena terlah bersiap untuk menyerang mereka.

Dimulai dengan Sena yang melempari sepelastik berisi tepung yang di ide kan menjadi pengganti bok asap, dilanjutkan dengan Rion yang memukul beberapa orang didalam dengan pemukul baseball nya.

Orang-orang bintang hitam itu terkejut dan mulai sedikit panik dengan serangan dadakan tersebut. Sementara itu dari atas pohon beringin, Sena telah bersiap dengan pengeras suaranya. Inti dari rencana awal ini adalah mencoba membuat orang-orang yang berada didalam tempat itu keluar dengan atau tidak menunjukan diri mereka berdua pada orang-orang bintang hitam itu.

Sena mulai menyalakan sirine dan berakting seakan tempat mereka telah diketahui oleh polisi. Walaupun memaksakan tenggorokannya hingga terasa sakit, usaha Sena tak mengecewakan. Karena ia berbicara dari arah pintu belakang, satu persatu orang mulai keluar berlarian dari pintu depan dekat dengan jendela tempat mereka mengintip tadi. Setelah beberapa lama, Sena mulai merasa aneh.

‘tunggu..kenapa Rion belum keluar? Ada apa ini?..’ batinnya bingung.

Ia meninggalkan pengeras suara nya yang masih menyalahkan sirine di atas pohon dan meluncur kebawah, mengintip apa yang sedang terjadi didalam. Tempat itu terlihat berantakan, dengan beberapa barang yang jatuh dan berserakan serta bekas dijatuhkannya plastik-plastik berisi tepung tadi di lantai dan dinding. Dari balik sisa tepung-tepung yang masih berterbangan di udara itu, ia bisa mendengar seseorang berbicara tapi tidak terdengar seperti suara Rion sama sekali.

“Hoo..jadi anak sekecil kalian yang berani mengusik kelompok kami? Berani juga”

Saat tepung-tepung itu mulai mereda, Sena tercekat. Ia dapat melihat Rion yang dicekik oleh si ketua kelompok bintang hitam, bahkan ia diangkat.

“Aku tau kau di sana, nona muda. Tak kusangka kalian imajinatif juga bermainnya” ucap si ketua lagi. Kini keadaan didalam selain seperti kapal pecah, hanya terdapat si ketua kelompok dan Rion yang tercekik.

Sena pun segera pergi walau di hatinya ada perasaan enggan. Ia harus terus menjalankan rencana nekat ini seperti kata Ceila, karena Ceila bilang kemungkinan walaupun kita akan terluka, kemungkinannya sangat kecil untuk kita terbunuh. Tak merasa mendengar apapun lagi, si ketua kelompok pun menatap Rion remeh.

“Hah, sepetinya teman mu itu telah melarikan diri ya, bocah pemberani. Sekarang kau mau bagaimana lagi?” Tanya si ketua kelompok. Di sela-sela sakitnya leher karena tercekik, dari pada meringis, Rion memilih mengeluarkan tawa dan seringai. Tentu itu membuat ketua kelompok bintang hitam heran, hampir ia berpikir anak yang tengah ia cekik ini seorang masokis.

“Sepertinya kau telah salah sangka ya, orang tua. Tujuan kami bukan untuk membuat kalian keluar dari markas kalian, tau” ucap Rion. Ketua kelompok bintang hitam tersebut pun terkejut dan menatap sekelilingnya dan menyadari bahwa bola kaca tadi, yang menjadi inti rencana mereka telah menghilang. Segera ia melempar Rion sembarang dan berlari mengejar Sena yang tengah menuju tempat Ceila.

Ceila sendiri sekarang tengah berada di depan pintu festival bulan dan menatap orang-orang yang masih terlihat bahagia, padahal waktu telah menunjukkan waktu tengah malam. Di sisi lain, Sena mulai mendengar suara langkah kaki si ketua kelompok yang semakin dekat. Rasa panik melonjak seperti ingin ia muntahkan, sebisa mungkin ia menaikkan tingkat kecepatan larinya. Hampir sampai di tempat yang direncanakan tadi, ia diserang oleh ketua kelompok tersebut dengan senjata kejut listrik. Padahal hanya tinggal beberapa blok rumah lagi.

Sena pun karena lelah bercampur dengan rasa panik dan serangan kejut listrik akhirnya tumbang, kakinya terasa lemas dan kesadarannya hampir menghilang. Sedangkan dibelakangnya terlihat ketua kelompok yang juga terlihat sama lelahnya dengan seringai mengembang, ia kembali mengambil bola kata yang tadi dibawa Sena.

“Haha! Sayang sekali, kalian terlalu gegabah. Rencana kalian terlalu mudah ditebak” ucap ketua kelompok bintang hitam tak menyadari serangan dari belakang.

“Oh ya?”

Serangan kejutan pun datang dari arah belakangnya dan menumbangkannya, itu adalah Ceila dengan panci ditangannya. Ia segera mengambil bola kaca itu, saat baru mengangkatnya ia melihat dirinya terkepung oleh anggota bintang hitam lainnya yang tadi kabur. Mereka membawa senjata kejut listrik dan beberapa diantaranya membawa senjata api.

Mengikuti rencana, Ceila pun menarik kakinya hingga membentuk posisi tegap membuat tali di kakinya ikut tertarik dan membuat sebuah lemari yang dipasangi roda di kakinya tertarik dan menabrak anggota bintang hitam di belakang Ceila. Anggota yang lainnya yang melihat itu tercengang dan segera bersiaga kembali dan menaikan tingkat waspada nya. Ceila dengan sengaja menginjak kepala ketua kelompok bintang hitam yang masih pingsan itu dan menggendong Sena di pundaknya. Cukup repot tapi ia masih bisa memegang semuanya, ia dengan sengaja mengangkat panci yang ia pegang itu dan berhasil membuat kewaspadaan mereka menaik kembali. Tanpa mereka sadari bahwa itu hanya sebuah umpan, dari belakang, dengan kuat memukul kepala mereka semua.

Rion datang dengan epik layaknya pahlawan kemalaman. Mereka satu persatu tumbang karena pukulan baseball Rion yang sangat kencang. Ceila yang menatap itu bersiul memuji.

“Kau banyak gaya juga” ucap Ceila menatap Rion yang masih memukuli orang-orang yang tumbang itu.

“Apa itu pujian atau sindiran?” Ucap Rion yang merasa sedikit tersindir. Mereka terdiam lalu tertawa bersama, entah menertawakan apa . Ceila pun menyerahkan Sena yang masih tak sadarkan diri pada Rion agar ia yang menggendong nya.

Tiba-tiba entah dari mana, ada seorang yang merebut kembali bola kaca itu. Hal itu tentu membuat Ceila dan Rion terkejut, lebih terkejut nya lagi yang merebut itu adalah salah satu panitia penyelenggara festival.

“apa?! Sial! Kau tunggu disini, jaga mereka semua “ ucap Ceila sembari berlari mengejar orang itu.

Kembali ke masa kini, dimana Ceila sudah tak punya banyak tenaga sehingga larinya pun berubah gontai tak seperti awal tadi yang sangat terasa bersemangat.

‘ugh-…jika ini semua sudah selesai, aku ingin meminta pihak berwajib memberikan hukuman tambahan pada mereka para penghianat!..’ batinnya sembari memaksakan kakinya berlari. Setelah berputar-putar selama 2 jam di area bangunan-bangunan tua itu. Kepalanya mulai terasa pusing mengingat ia tidak istirahat sama sekali dan terus berlari, ditambah tempat itu memiliki bentuk yang hampir persis sama semua.

‘rasanya aku ingin menyerah!...’ batinnya lagi berteriak.

Saat ia ingin menyerah, ia melihat didepannya. Jauh didepannya sosok familiar yang tengah memegang bola kaca itu dan seseorang yang tadi ia kejar tengah tumbang. Ceilah dengan napas terengah-engah membeku melihat apa yang sesosok orang asing itu lakukan.

Posting Komentar

 
Top