0

part 1


Deru napas yg memburu dan pandangan yg mulai memburam membuat langkah kaki seorang gadis muda melambat. Memaksakan kakinya, ia berlari gontai mengejar seseorang yang membawa bola kaca sudah jauh berada di depannya.


'.. ugh- kenapa ini semua jadi terjadi?!' batin gadis itu, Ciela. Kilas balik terputar dalam kepalanya, awal sebelum semua ini terjadi dimana ia dan ayahnya baru saja berpindah ke rumah baru mereka.


Wilayah tempat tinggal mereka jauh di pinggiran kota, dimana kebanyakan bangunan masih lah terbuat dari kayu dan batu. Dulu ayahnya sering menceritakan tentang kota kecil ini, menurut hasil pencarian informasi nya sebelum berangkat, ia akan cepat beradaptasi di sana.


Kalau boleh berkata jujur, saat sampai di wilayah pintu masuk Ciela cukup dibuat kagum dengan bentuk bangunan yg cukup unik baginya. Banyak yang ditumbuhi tanaman merambat dan itu dalam berbagai warna, ada yang hijau, ada yang merah dan oranye, ada yang kuning, dan bahkan ada yang campuran dari semuanya. Itu baru bangunan-bangunan lama yg ditinggalkan, bagaimana dengan wilayah tempat mereka tinggal? Mungkin bisa lebih indah lagi.


Sang ayah yg melihatnya terkagum-kagum dengan indahnya bangunan-bangunan itu pun tertawa kecil, mengingatkannya dengan reaksi putri kecilnya itu saat pertama kali ia menceritakan tentang kota kecil itu. Pandangan terkagum-kagum yang sama dan pancaran semangat yang membara dimatanya.


"Apa bangunan-bangunan itu sebegitu indahnya sampai membuat mulutmu terbuka lebar, Ceila?" Tanya sang ayah dengan nada candanya. Ceila yang mendengar itu segera menutup mulutnya dan menatap kesal ayahnya, ada rasa malu yang ia sembunyikan dalam wajah kesalnya. Sedangkan sang ayah tertawa puas karena melihat wajah kesal putrinya itu. Setelah itu ayahnya pun kembali fokus mengendarai lagi, ia tampak lebih segar dari pada tadi.


Singkat cerita mereka kun sampai dirumah baru mereka. Seminggu hingga sebulan terlewati, Ceila bisa beradaptasi dengan baik di lingkungan barunya, bahkan memiliki 2 teman yaitu Sena dan Rion. Mereka sering bermain bersama dan membahas banyak hal, tetapi yang paling sering mereka bahas adalah rumor adanya kelompok ilegal bernama "bintang hitam" dimana mereka melakukan praktik sihir hitam dengan membuat kota kecil mereka itu tertutupi oleh kabut hitam tebal.


Esoknya, di suatu hari yang cerah. Ceila yang tertidur pulas merasa terganggu dengan suara ramai orang-orang diluar. Ia bersiap dan turun menemui ayahnya yg tengah mengangkat telepon.

"Ayah, apa sedang terjadi sesuatu diluar?" Tanya nya sembari memakan sarapannya.

"Hm? Oh tidak mereka hanya sedang bersiap melakukan festival bulan, itu Seperi kepercayaan mereka" jawab ayahnya.

"Baiklah, ayah ada pertemuan seseorang hari ini dan mungkin baru kembali esok pagi atau esok siang, jadi jaga dirimu ya, Ceila " ucap ayahnya berjalan keluar. Dan dibalas anggukan oleh Ceila.


Waktu pun berjalan, Rion dan Sena menghampiri rumah Ceila untuk menjemputnya pergi ke festival bersama. Tak perlu waktu lama, mereka pun segera pergi kesana. Festival itu memiliki banyak permainan, cemilan dan minuman, beberapa diantaranya bahkan belum pernah Ceila lihat dan coba. 


Festival berjalan amat lancar tanpa kendala hingga tak terasa matahari akan terbenam. Setelah matahari tak terlihat lagi, pada festival itu tiba-tiba ada seorang pria tua yang berteriak layaknya orang gila. Ia terus berteriak "kalian para pembangkang!" Dan "mereka tidak akan melepaskan kalian begitu saja, kalian tidak akan mudah terbebas!". Diantara kata-kata yang dilontarkannya pria tua tersebut, Ciela memerhatikan adanya kata bintang hitam yang tak luput dari kalimat sang pria tua itu.


Setelah pria tua tersebut diseret pergi oleh orang lain. Ceila tampak terganggu dengan perasaan tak enak yang ia rasakan, ini mulai muncul sejak pria tua itu diseret pergi.

"Sei, ada apa?" Tanya Sena khawatir.

"Tidak apa, hanya saja...perasaanku Seperti tidak enak, seperti ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi" ucap Ceila.

"Itu hanya firasatmu saja, biarkan, nanti juga menghilang sendiri" ucap Rion dengan mudahnya, menyulut rasa kesal Ceila. Sena pun menegur Rion yang berkata seperti pada Ceila.


Entah mengapa Ceila dengan cepat menoleh ke samping kirinya. Ia merasa seperti tadi ia sekilas melihat sesuatu yang janggal. Berpikir ia mungkin salah liat, ia pun kembali menoleh melihat Sena dan Rion yang masih sedikit berdebat. Tetapi perasaanya, jantung terasa seperti berdetak cepat, bahkan bisa ia dengar sendiri suara detak jantungnya. 


Angin malam yang melewati mereka bertiga membuat Rion agak menggigil kedinginan, menghentikan perdebatan kecil diantaranya dan Sena. Ia tanpa sadar melihat keatas Ceila yang sudah melihat ke atas langit. Mengikuti arah pandang Rion, Sena pun ikut menoleh pada Ceila. Bingung dengan tingkahnya sejak tadi, ia pun berinisiatif bertanya.


"Sei, apa kau yakin baik-baik saja? Apa kau tidak enak badan?" Tanya Sena dengan tatapan benar-benar khawatir. Sementara Rion, ia mengikuti arah pandang Ceila dan tanpa sadar ia membelalakkan matanya.

"Hei...Sena, kurasa kau harus melihat keatas" ucap Rion pelan tanpa mengalihkan perhatiannya. Sena yang bingung pun mengikuti arah pandang kedua temannya dan ikut membelalakkan matanya seperti Rion, ia sedikit tercekat.

"Rion, kau bilang itu hanya rumor kan?" Ucap Ceila tak mengalihkan perhatiannya.

"Ibu ku sudah bilang berkali-kali bahwa itu juga hanya rumor...tapi-" ucap Rion terhenti karena masih terkejut.

"..apa jangan-jangan itu benar, tentang bintang hitam itu?" Ucap Sena lirih dengan mata yang masih terbelalak.


Sekali lagi, Ceila merasa melihat sesuatu yang janggal, seperti ada sesuatu yang aneh baru saja lewat tak jauh darinya. Ia menatap hati-hati apa yang terjadi di sebelah kirinya dan menemukan adanya beberapa orang berjubah hitam yang masuk ke jalan kecil diantara 2 rumah tak jauh di sana. Tangannya secara otomatis segera menggoyangkan tubuh Sena yang tepat berada disebelahnya, tentu sang empu pun menoleh dan bertanya ada apa.

"...sepetinya kelompok bintang hitam itu benar-benar ada.." ucap Ceila menoleh menatap mereka berdua dan menunjuk kearah jalan kecil yang tadi dilewati orang-orang berjubah hitam tersebut. Rion dan Sena mau tak mau mulai merasa tegang mendengar hal itu.


"Tapi tunggu, kenapa yang lain tidak melihatnya? Kenapa hanya kita yang melihatnya?" Tanya Rion.

"Mungkin kan ada sesuatu dalam cemilan atau minuman yang dijual?" Ucap Sena menerka.

"Kurasa tidak, jika memang begitu seharunya ada rasa aneh atau kita mungkin merasakan sesuatu yang berbeda dalam diri kita" balas Ceila memberikan pendapat.

"Apa panitia penyelenggara festival ada kaitannya dengan ini?" Tanya Ceila menatap Sena.

"Tida-...aku tidak tau, panitia selalu berganti tiap tahunnya" ucap Sena.

"Tapi apa ini benar-benar terjadi? memangnya ini di dunia fiksi.." ucap Rion, ada sedikit nada kesal di akhir kalimatnya.

"Dan bagaimana jika panitia-panitia itu benar-benar anggota bi-" mulut Rion segera ditutup dengan tangan Sena.

"Shhhh....jangan keras-keras, Rion. Kita tidak tau apakah hal itu benar atau tidak" ucap Sena mengisyaratkan jangan berisik. Mereka pun berdebat kembali dengan ucapan dan volume suara yang lebih berhati-hati, tidak ingin orang lain memerhatikan dan mendengar ucapan mereka. Sementara Ceila, ia terdiam tenggelam dalam pikirannya.


"Hei, teman-teman....sepetinya kita tidak usah memperdulikan hal ini, ada baiknya itu yang kita lakukan" ucap Ceila setelah berdebat dengan pikirannya. Hal itu tentu menarik perhatian kedua temannya itu yang tadinya sedang berdebat.

"Apa maksudmu? Mengapa tidak?? Kau taukan rumornya seperti apa?" Ucap Rion dilanda keheranan.

"Iya, maksudku demi keselamatan diri kita sendiri, sebaiknya kita tidak usah ikut campur dalam hal ini dan bertindak Seperi tidak terjadi apa-apa" ucap Ceila mencoba menjelaskan. Untuk sebagain besar, Sena bisa mengerti dan menyetujui hal itu tetapi ada hal yang lebih besar mendorongnya dan membuatnya tak bisa melewatkan hal itu.

"Mungkin..kau benar, Sei. Kotak tidak tau apa yang akan terjadi nanti dan terlebih kita hanya bertiga" ucap Sena.


"Apa?! Kau setuju dengannya, Sena?! Tanya Rion terkejut.

"Aku cukup setuju, tapi...aku tidak bisa membiarkan penduduk kota ini dalam bahaya. Penduduk di kota ini hampir menyamai penduduk di kota-kota besar di sana dan lagi ini adalah kota tempat aku lahir dan tumbuh hingga sekarang, tidak mungkin aku ingin melihat kota yang damai bahagia seperti seketika berubah menjadi kota mati" ucap Sena lagi. Untuk sesaat Rion merasa seperti ia sedikit terbohongi tetapi ia tetap mengembangkan senyumnya setelah mendengar ucapan Sena itu. Hening melanda, saat Ceila tiba-tiba menutup rapat mulutnya.

"Kenapa...apa kau berusaha menjadi seorang karakter utama?" Tanya Ceila tiba-tiba. Hal ini tentunya membuat Sena dan Rion bingung.


"...apa?" Tanya Sena.

"Walau begitu alasan mu, kenapa kau ingin tetap pergi? Kau tidak harus turun tangan langsung untuk membantu penduduk kota ini" ucap Ceila menunduk.

"...aku.." ucap Sena lirih dilanda kebingungan.

"Aku tau kalian ingin membantu penduduk kota ini, mungkin kalau Rion hanya ingin mencoba merasakan menjadi detektif atau apapun itu, tetapi melihat besar kecilnya kemungkinan..hal itu hampir lah mustahil. Kita tidak lebih dari sekedar anak-anak berumur 13 tahun, apa yang kalian pikir bisa kita lakukan?" Ucap Ceila panjang lebar.

"Tidak kah terpikirkan oleh kalian sebelum mengatakan itu semua tentang bagaimana kemampuan mereka? Bagaimana jika mereka mempunyai senjata tajam atau senjata api? Bagaimana rencana atau strategi untuk melawan mereka? Ada banyak yang perlu dipikirkan dan dipersiapkan terlebih dahulu..." Ucapnya lagi sembari mulai menatap mereka.

"...sekali gegabah, maka nyawa kita yang akan terancam dan mungkin malah nyawa penduduk kota juga akan ikut terancam" lanjutnya menatap mereka dalam-dalam. Rion dan Sena seketika berdiam mendengar penuturan Ceila.


"Aku...tidak bisa mengambil resiko, walaupun aku juga terbesit keinginan sama seperti kalian. Aku tidak ingin ayahku terancam, sama halnya kalian tidak ingin keluarga kalian terancam. Dari pada takut terluka, Aku lebih takut meninggalkan ayahku sendiri di dunia ini" ucap Ceila lirih.

"Jadi, kutanya sekali lagi. Apa kalian benar-benar ingin melakukan ini? Bahkan tanpa tau apa yang akan terjadi nantinya...apa kalian berani mengambil resiko seperti itu?" Tanya Ceila menatap mereka berdua serius. Hening tak ada jawaban. Sejujurnya Sena dan Rion juga memikirkan hal itu, tapi tak sedalam apa yang dipikirkan oleh Ceila. Ia seperti benar-benar mendalami dan mengerti dengan apa kemungkinan yang akan terjadi dan dampak akibat yang akan datang.


Dengan memantapkan hati, Sena tanpa ragu berkata "iya" begitupun dengan Rion. Melihat sudah tak ada celah keraguan pada mata mereka, membuat Ceila menghela napas lelah. Bahkan setelah lama ia tatap mereka dengan tatapan serius, mereka tak gentar sama sekali.

Akhir percakapan pun memperoleh hasil mereka akan pergi menyelidiki hal ini, tentu hal itu membuat senyum Rion dan Sena mengembang.


'..a-aahhh, untung saja. Jika ditatap lebih lama lagi, mungkin aku akan pingsan/merubah pikiranku..' batin Sena dan Rion merasa lega.


Mereka pun segera menyusun rencana yang memang harus dikata menyulitkan karena kurangnya informasi mereka. Dengan hanya bermodal nekat, mereka pun mengikuti seseorang yang berjubah hitam kembali memasuki jalan kecil yang sama seperti yang lainnya. Mereka mengikuti jalan yang berbelit-belit hingga sampai di suatu pohon beringin. Tampaknya itu adalah markas mereka. Melihat ada jendela, mereka bertiga pun segera mengintip kedalam tempat tersebut.


Kelompok itu terdiri dari ,kurang lebih, 15 orang. Sang ketua kelompok tersebut pun tiba dan segera berbicara didepan semua anggota kelompok tersebut yang tampak serius menyimak apa yang ia katakan. Dari apa yang dikatakan Sanga ketua kelompok itu, Rion, Ceila, dan Sena dapat menyimpulkan bahwa kabut itu akan ada sampai di detik terakhir sebelum fajar tiba, mereka cepat atau lambat akan menyingkirkan pak tua tadi yang berteriak-teriak, dan tujuan kota itu dikelilingi adalah untuk menyerap energi kebahagiaan mereka untuk di manfaatkan pada sebuah alat entah apa itu. Semakin terserap kebahagiaan mereka, semakin melemah juga mereka baik fisik maupun mental, semakin mudah terpengaruh dan semakin cepat berakhir kehilangan nyawa mereka. Tentu Rion, Ceila, dan Sena sangat terkejut bahkan tak mengira bahwa kabut tersebut dapat menyerap energi kebahagiaan para penduduk.


Srek!


Tanpa sengaja, Sena menyenggol akar gantung. Para anggota bintang hitam termasuk sang ketua segera menoleh ke tempat mereka mengintip, si ketua memberikan isyarat pada salah satu anggota untuk mendatangi dan memeriksa hak tersebut.


Tap! Tap! Tap!


Suara langkah kaki semakin terdengar, membuat mereka bertiga berusaha tak membuat suara sekecil apapun. Saat ia semakin dekat, Orang tersebut melihat ke sekitar beberapa kali dan tidak menemukan apapun.

Posting Komentar

 
Top