0

   "Selamat ulang tahun, anak kesayangan ayah." Ayah tersenyum melihat Kanina masih duduk di meja belajarnya. Anak remaja itu belum tidur karena masih mengerjakan tugas sekolahnya yang baru setengahnya. "Ayah." Kanina memeluk ayahnya. "Terima kasih, aku sayang ayah." "Bunda buatkan kue untuk Kanina, selamat ulang tahun, sayangku." Bunda menyimpan kue kecil itu di meja dan mencium wajah anak bungsunya. "Anak bunda udah nambah umur lagi aja. Semoga tahun ini jadi tahun yang terbaik buat kamu. Doa bunda selalu bersama Kanina." "Bunda, aku sayang banget sama bunda." "Kak Kay dan Kak Kia kirim hadiah untuk Kanina. Katanya maaf juga karena tahun ini jadi tahun pertama mereka gak pulang, ada kegiatan kampus katanya. Gapapa ya sayang?" Ayah mengusap kepala Kanina, "Masih ada tugas? Cepet tidur ya, nanti ngantuk pas sekolah." Kanina mengangguk. "Sedikit lagi. Nanti aku tidur kok, kuenya besok mau aku bawa ke sekolah biar aku makan bareng Khavi." "Iya sayang. Sekarang tidur ya, besok pagi-pagi aja dilanjut lagi." Ucap Bunda sambil mencium kepala Kanina. "Iya, Bunda."


"Selamat ulang tahun, Kanina."

Ucapan itu Kanina dapatkan saat ia bertemu Khavi di gerbang utama sekolah. Sepertinya, Khavi baru sampai di sekolah karena Kanina melihat laki-laki itu turun dari sebuah mobil putih yang mengantarnya. "Terima kasih, Khavi. Nanti aku bagi kue buatan bunda ya pas istirahat." Sedikit cerita, Kanina itu anak yang sedikit mengalami kesulitan dalam berteman. Pengalaman kurang menyenangkan dalam berteman yang ia dapat di sekolah menengah pertama membuat Kanina lebih suka sendirian. Tapi setelah ia mengenal Khavi, ia tahu kalau masih ada orang yang bisa ia percayai selain keluarganya. Kanina begitu percaya pada Khavi, begitu juga sebaliknya. "Tugas matematika wajib kamu udah selesai, Kanina?" Tanya Khavi. "Udah dong, tadi pagi aku selesain sebelum sarapan. Kemarin aku ngerjain sampe tengah malam dan gak kuat banget ngantuk. Terus bunda nyuruh aku tidur dan ngerjain pagi aja. Untung selesai." "Mama aku juga gitu. Aku nggak sempet ngucapin kamu pas jam 12 semalam karena udah tidur. Makanya aku berangkat lebih pagi dari kamu." Kanina tersenyum. Khavi selalu membuat ia merasa diperlakukan dengan baik dan juga dianggap penting.


"Nanti pulang sekolah, kamu mau anterin aku gak ke mall? Aku mau beli skincare yang abis, mumpung udah di kasih uangnya sama bunda." "Boleh, aku juga ada yang mau dibeli." "Ayo masuk ke kelas masing-masing. Nanti ketemu di jam istirahat ya." Kata Kanina sambil melambaikan tangannya pada Khavi. Ternyata hari ini sangat padat sehingga Kanina ataupun Khavi tidak bisa bertemu di jam istirahat. Tapi kini, mereka tengah menunggu bus dengan tujuan Grand Indonesia Mall. "Hari ini sibuk banget ya kita. Tadi gak sempet ke kantin bareng." Kata Khavi sambil mengayunkan kakinya. "Iya, pelajaran fisika beneran bikin aku gak bisa keluar kelas. Soalnya abis ngerjain soalnya tuh capek banget, gak ada tenaga. Tadi aja aku nitip jajanan sama Sesill, itu juga dia nawarin. Baik banget dia." "Pantesan aku gak liat kamu ke kantin. Aku juga jajannya ke koperasi aja yang deket kelas." kata Khavi. "Eh, itu bus tujuan kita. Ayo siap-siap." Kanina menarik tangan Khavi, dan yang ditarik hanya tersenyum saja. Khavi masih menatap Kanina dengan senyuman yang seolah akan selalu melengkung untuk remaja perempuan di sampingnya itu. Sepertinya, Khavi memang sudah sejatuh suka itu pada Kanina.


"Aku nanti mau beliin kamu barang yang kamu mau. Jadi bilang aja ya, Kanina." Kanina balik menatap Khavi. "Kalo misalkan aku maunya rumah, gimana?" Katanya sambil terkekeh. "Itu aku bakal beliin tapi nunggu gede dulu. Sekarang baru mampu beliin buku aja." Kanina mengangguk. "Nanti aku mau beli buku baru juga. Ada yang lagi aku cari banget." "Boleh boleh." Khavi tersenyum. "Kanina, selamat ulang tahun ya." "Iya makasih, Khavi. Kamu udah ngucapin lima kali sehari ini." Berbekal sebuah jaket, Khavi dan Kanina akhirnya masuk ke pusat perbelanjaan yang jadi tujuan mereka itu. Berjalan dan melihat setiap toko yang menjual barang-barang mahal untuk anak seusia mereka, seperti perhiasan, pakaian, bahkan sesederhana jam tangan. Lampu yang begitu terang sehingga barang yang dijual pun terlihat lebih bercahaya. Tak lama, mereka menemukan toko yang sering Kanina kunjungi itu. "Kamu mau beli apa aja, Kanina?" Tanya Khavi. "Aku mau beli facewash, moisturizer, sunscreen, sama masker yang bentuknya stik gitu." Tapi mata Kanina malah tertuju pada sebuah lip cream. "Apa aku beli ini juga ya? Warnanya cocok banget sama aku, Khavi." "Emang remaja udah boleh make up juga?" "Boleh aja kok, asal pinter cari barang yang cocok dan make up gak berlebihan. Aku paling cuma pake bedak sama lip cream aja, blush on kalo perlu sih. Soalnya kalo eye make up selalu minta sama bunda." Kanina masih mencoba beberapa warna dari lip cream itu.

"Bagus nggak, Khav?” Perempuan itu menunjukan warna lip cream yang ada di tangannya pada Khavi. “Aku gak ngerti banget sih, tapi kata mama kalo kita pede pake warna apapun tuh pasti keliatan cocok dan bagus. Jadi kalo kamu pede pake warna itu, hasilnya pasti bagus.”


Kanina tersenyum. “Aku suka omongan Tante Rizka. Aku mau beli ini juga.” “Udah semua yang mau kamu beli?” Khavi bertanya lagi. “Ambil moisturizer di ujung sana, satu lagi itu.” Setelah berbelanja keperluan Kanina, Khavi mengajak perempuan itu untuk masuk ke toko buku. Ia akan menepati janjinya untuk membelikan Kanina sebuah buku. “Bibir kamu kering banget. Ini aku tadi sekalian beli lip balm, pake ya biar gak kering.” Kanina memberikannya pada Khavi. “Cowok juga perlu merawat diri tau, biar cakep.”

Kanina tersenyum. “Kenapa jadi kamu yang beliin aku?” “Gapapa, karena aku peduli sama kamu.”

Khavi malah tertawa. Tak terasa, mereka sudah ada di depan toko buku tujuannya. Mereka akhirnya memasuki toko buku itu dan menuju rak tujuan mereka masing-masing. “Aku cari buku ini di internet, tapi gak ada penjual yang terpercaya. Untung ketemu di toko ini.” Kanina mengacungkan bukunya pada Khavi. “Aku udah nemu. Kamu gimana, Khav?” “Aku juga. Tapi mau cari buku titipan papa dulu. Sini buku kamu, biar aku bayar nanti sama punyaku.” lalu perempuan itu memberikan dua bukunya pada Khavi.

Kanina duduk dan mengambil e-reader dari tasnya. Jadi, e-reader perempuan itu adalah hadiah ulang tahun dari ibunya saat ia mendapat juara kelas semester lalu. Kanina memang senang sekali membaca karena ia sering melihat ayahnya. Jadi, ketika ditanya ingin hadiah apa ketika mendapat juara, Kanina dengan mantap bilang kalau ia ingin memiliki sebuah e-reader.

“Kamu lagi apa?” Khavi duduk di samping Kanina. “Aku juga punya e-reader kayak kamu, ayah beliin waktu ulang tahunku tahun lalu.” Laki-laki itu menunjukan benda yang sama dengan milik Kanina. Hanya berbeda warna saja.

“Wah, kita banyak barang yang sama ya.” Kata Kanina. Khavi tersenyum. “Nanti kita tukeran buku yang udah kita baca, atau saling rekomendasiin buku yang udah kita baca. Seru gak sih?”

Kanina mengangguk. “Seru banget. Nanti nabung bareng buat beli ebook baru.” “Semoga kebiasaan baca ini jadi kebiasaan jangka panjang dan gak akan pernah bosen dilakuin ya, Nina.” Khavi memberikan botol minumnya pada Kanina. “Tadi aku beli ini, buat kamu satu.”

“Eh, makasih ya, Khavi.” Kanina melihat jam tangannya. “Aku harus pulang, udah sore juga. Kamu jadi dijemput mama kamu disini?”

“Iya jadi. Kamu gak mau bareng aku sama mama?”

Eliana menggeleng. “Aku dijemput ayah. Aku duluan ya, Khavi. Makasih buat hari ini. Ketemu besok di sekolah.” Kata perempuan itu sambil melambaikan tangannya pada Khavi.

Remaja laki-laki itu menyimpan e-reader miliknya itu ke dalam tas dan mencari sosok ibunya yang katanya sudah masuk ke pusat perbelanjaan itu. Hari ini, ia berhasil membuat Kanina tersenyum cerah berkat ulang tahunnya dan juga hadiah dari orang yang menyayanginya. Termasuk dirinya.

Posting Komentar

 
Top