0

Pagi ini cuaca sangat cerah, aku bangun dari ranjangku dan meraih handuk yang kuletakkan di atas bangku belajar. Sesekali aku melihat ke arah kaca di sana, aku bisa melihat mata sembab yang menandakan kepedihan. Selesai mandi dan semuanya beres, aku langsung keluar rumah tanpa pamitan dan langsung ke gudang untuk mengambil sepeda lamaku.


Selama di perjalanan pikiranku hanya tertuju pada kejadian semalam. Tak terasa air mata sudah mengalir di pipiku. Setelah sampai di gerbang sekolah aku langsung memarkirkan sepeda dan berjalan lemas ke arah kelasku. Teman temanku mungkin merasa aneh dengan sifatku hari ini.


"Clara apa yang sedang terjadi denganmu," tanya Aries.


"Aku enggak apa-apa," balasku.


Akhirnya pelajaran terakhir pun selesai. Aku langsung berjalan ke arah sepedaku dan mengayuhnya dengan hati-hati. Saat sudah sampai di depan pintu rumahku aku mendengar teriakan, bahkan makian yang tak pantas keluar dari mulut kedua orang tua. Aku mengurungkan niat masuk ke rumah itu dan langsung mengayuh sepeda sekencang mungkin dengan harapan supaya angin bisa membawa beban pikiranku.


Tiba-tiba aku langsung terhenti di taman bermain yang pernah aku mainin bersama keluargaku. Tak terasa air mata kembali membasahi pipiku. Aku duduk sebentar di ayunan itu. Beberapa menit kemudian aku ingin pulang ke rumah karena merasa lapar. Setelah sampai di rumah aku langsung membuka kulkas dan menemukan snack kesukaanku dan memakannya dengan tenang.


"Clara keputusan ayah sudah bulat. Jika kamu tetap tidak menyetujui perceraian itu maka akan sia-sia." Mendengar hal tersebut membuatku semakin kesal dan sedih.


"Iya, bercerailah dengan cepat! Lebih cepat lebih bagus," ujarku dengan nada tinggi.


Sebenarnya kejadian seperti ini baru terjadi semenjak kakakku meninggal. Sebelum kakakku meninggal, semuanya baik-baik saja. Saling berbagi kehangatan, tapi itu bukan untukku, semuanya hanya untuk kakakku.


Aku langsung berhenti menulis dan merebahkan diri di rajangku dan tidur. Keesokannya aku bangun dari tidur dan menjalankan rutinitas pagiku, aku turun dari tangga dan langsung diberi pelukan hangat dari ibuku. Aku langsung terheran heran.


"Mulai sekarang kami akan menyayangimu seutuhnya," kata ibuku dengan lembut.


"Namun, kertas perceraiannya?"


Ternyata mereka sudah membuang surat perceraian itu ke kotak sampah. Akhirnya aku datang ke sekolah dengan muka berseri-seri, teman-temanku sangat terheran-heran sedangkan aku hanya tersenyum lebar kepada mereka.

Posting Komentar

 
Top