1

“Sempurna. Kata yang indah, namun tidak untuk semua orang termasuk aku. Menjadi sempurna tidak lah mudah. Banyak pengorbanan yang harus di lakukan, entah itu jiwa maupun raga.”

-Kael Savero Dirgantara

      Kael Savero Dirgantara, merupakan putra tunggal dari keluarga terkenal yang memilik banyak perusahan bernama Mikage Company. Mungkin sebagian anak lainnya sangat menginginkan kehidupan seperti Kael. Namun, Kael malah ingin menjadi bebas seperti anak-anak lainnya yang selalu mendapatkan kasih sayang serta peran seorang orang tua yang baik. Banyak orang-orang yang sangat menginginkan kehidupan seperti Kael yang sempurna. Namun, sepertinya mereka akan mengurungkan niat mereka jika mereka tau apa yang terjadi dengan Kael saat ini.

Kael yang baru saja pulang dari sekolah, memutuskan untuk merebahkan dirinya di kasurnya. Setelah 10 jam belajar, akhirnya ia bisa merasakan sedikit ketenangan. Tak lama setelah ia melemparkan tubuhnya ke sebuah ranjang besar di kamarnya. Kael mendapatkan sebuah pesan dari ibunya, Kael pasti sangat hafal jika ibunya mengirimkan pesan padanya melalui WhatsApp.

“Kael. Jadwal les hari ini mulai jam 5 sore. Bunda harap kamu gak bolos.”

Itulah pesan yang selalu ia dapatkan dari ibunya. Kael memang selalu di tuntut untuk menjadi sempurna. Bagaimana tidak, jadwal belajarnya saja sangat padat. Di mulai dari sekolah yang belajar 10 jam, ia juga harus mengikuti les tambahan dari pukul 5 sore sampai pukul 7 malam. Tentu saja hal itu membuat Kael sangat terbebani, karena setelah pulang dari les itu, Kael harus kembali belajar sampai pukul 9 malam dan tidur.

“Bunda, Kael boleh bolos sehari aja gak....Kael capek banget Bun, Cuma satu hari aja Bun...”

Jawab Kael.

“Capek ngapain? Emang kamu ngapain aja di sekolah? Cuma belajar kan? Belajar doang kok capek. Gak ada bolos-bolos. Les!”

Melihat jawaban itu, Kael tidak terlalu terkejut dengan yang di kirimkan oleh ibunya. Karena pasti Kael akan mendapatkan teguran keras dari ibunya.

“Cuma sehari aja Bun.... Kael janji...”

“Gak ada penolakan. Bunda rela lessin kamu biar kamu jadi yang terbaik. Kalau kamu sukses, siapa yang bahagia? Kamu sendirikan? Pinter itu buat kamu sendiri Kael Bukan buat bunda. Kan kalau sudah pintar enak, bisa Banggain bunda sama ayah.”

“Tapi gak harus segitunya bunda.... Kael masih 17 tahun...Kael juga mau bebas kayak yang lain...”

“Kael.”

“Iya bunda...”

Setelah itu. Kael langsung mematikan ponselnya dan bergegas menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke tempat les. Setelah selesai mandi, Kael mendapatkan beberapa Bubble Chat dari teman-temannya.

“Guys, gw mau nongkrong Lo pada bisa gak?”

“Wihh! Dimana nih?”

“Biasa.”

“Gw ikut dong.”

“2.”

“Kael mana Kael?”

“Gatau lagi tidur kali.”

Membaca itu, Kael merasa sedikit iri, namun ia juga tidak bisa iri dengan teman-temannya.

“Oit, sorry ya Zovan, Azre, Kevin. Gw gabisa. Ada les.”

Setelah mengetik pesan itu, Kael langsung mematikan ponselnya. Ia takut temannya itu malah kecewa padanya dan tidak mau bermain dengannya lagi.

Di perjalanan, ponsel milik Kael terus saja bergetar. Memberitahunya bahwa ada pesan masuk dari grup yang ia dan teman-temannya buat. Kael takut untuk sekedar melihat pesan itu, namun akhirnya, ia memutuskan untuk membacanya.

“Kalau Kael ga ikut gw engga.”

“Yahh, ga seru nih Kael ga ikut. Ga ada yang traktir. Bercandaa ell.”

“Yah, Kael ga ikut, ga seru. Gw ga ikut juga deh.”

“2.”

Melihat itu, Kael merasa bahwa kehadirannya benar-benar di nanti oleh teman-temannya, mereka memang selalu kompak kalau salah satu dari mereka tidak ikut.

“Eh...gausah....gapapa, kalian nongkrong aja....gw gapapa kok...”

“Elah El, gausah gitu. Kita juga kalau misalnya ga ada lo, kita pasti gak bakal bisa seneng seneng bareng. Santai aja, semangat lesnya, jangan di jadiin beban.”

“Zovan?! Ini lu? Tumben banget...”

“Eh...makasih ya Zo...maaf ngerepotin...tapi sumpah les ini benar-benar jadi beban buat gua...”

“Udah gapapa, jangan lupa istirahat.”

Membaca itu, Kael tersenyum. Ia akhirnya sadar kalau teman-temannya pasti selalu ada untuk dia kapanpun dan dimanapun.

      Sepulangnya Kael dari tempat les, ia melihat sebuah mobil yang sangat tidak asing baginya. Mobil milik orang tuanya. Kael berusaha untuk bersikap tenang walaupun saat ini, ia benar-benar sedang ketakutan.

Kael mengambil langkahnya keluar dari mobil, lalu memasuki rumah. Di rumah, terlihat sang ayah yang sedang membereskan beberapa dokumen penting yang akan di bawanya menuju ruang kerjanya di lantai atas dekat kamar Kael, di sana juga terlihat bahwa bunda Kael sedang sibuk mengurus berbagai hal di laptopnya. Kael berusaha untuk tidak membuat keributan, ia memutuskan untuk masuk ke rumah tanpa mengatakan sepatah katapun lalu pergi ke kamarnya.

“Gimana nilainya hari ini.”

Tanya sang bunda yang ternyata sadar akan kedatangan putranya. Kael yang mendengar itu seketika berusaha untuk tenang, ia duduk, menghembuskan nafas lalu berusaha untuk berbicara dengan tenang.

“Peringkat satu...”

Kael berusaha untuk tersenyum tipis, ia membuang pandangannya dari sang bunda dan memutuskan untuk melihat ke arah lainnya.

“Ya, bagus. Teruskan.”

Mendengar jawaban singkat dari sang bunda, Kael benar-benar kecewa dan sedih. Sebab, ia juga ingin di puji, dia ingin mendengar kata Bangga dari orang tuanya. Ia ingin sekali dirinya tidak hanya di anggap sebagai seorang robot yang selalu bisa memuaskan hati orang tuanya dan menjadi yang sempurna.

“Itu doang? Bunda gak bangga? Giliran Kael udah berusaha, tanggapannya Cuma begini? Pasti nanti beda lagi kalau Kael gagal.”

Kael yang sudah tidak bisa menahan amarahnya itu akhirnya menumpahkan segalanya.

“Jadi anak jangan banyak mau.”

“Bunda juga banyak mau.”

“Demi kebaikan kamu Kael.”

“Kebaikan Kael? Bunda bilang itu kebaikan? Bun! Kael tersiksa bun! Bunda pernah gak sih ngertiin Kael? Sehari aja Bun.”

“Seharusnya kamu bersyukur Kael. Hidup kamu itu beruntung. Kamu tersiksa? Hidup enak begitu kamu bilang tersiksa? Kamu gak liat pengemis di jalanan? Kamu tuh kalau jadi anak ga pernah ngerti.”

Perkataan demi perkataan telah Kael katakan. Kini, ia seperti sedang beradu argumen dengan seseorang. Kael hanya ingin di mengerti, ia hanya ingin mendapatkan kasih sayang. Bukan tatapan dingin dan perkataan-perkataan seperti ia tidak bersyukur atau apapun itu yang ingin ia dengar. Ia hanya ingin di mengerti.

Kini, suasana di rumah itu jadi cukup memanas, bahkan ayah Kael yang tadinya tidak peduli ikut campur dalam urusan ini. Sampai akhirnya, Kael mengatakan hal yang sejak dahulu ingin ia katakan.

“Bunda gak mau Kael lahir kan Bun? Bunda sama ayah selalu bilanh kalau Kael beban dan Cuma nyusahin kalian kan? Tapi Kael juga gak pernah minta di lahirin bunda! Kael cuma mau kasih sayang kalian... Ayah sama bunda cuma selalu menuntut Kael untuk jadi sempurna, kalian selalu ngasih harapan besar ke Kael, kalian gak pernah sadar kalau hal itu Cuma bikin Kael terbebani! Bunda dan ayah gak pernah tau kan? Setiap malam Kael selalu berpikir ‘gimana kalau nanti Kael gagal? Gimana kalau nanti Kael gak bisa jadi yang terbaik dan sempurna untuk bunda sama yah?’ Kael takut gagal, tapi Kael udah lelah belajar terus? Kael butuh istirahat...Kael bukan robot Bun, yah... Kael mau denger kata ‘Kami bangga sama kamu.’ Untuk pertama kali Bun, yah...Kael udah berusaha...tapi pasti setiap Reo berusaha dan dapet prestasi, tanggapan kalian Cuma begitu doang. Gimana Kael gak sakit hati coba? Kael udah mati-matian untuk nahan pusing, sakit kepala, batuk, flu dan lain-lain demi kalian! Tanggapan kalian malah selalu bikin Kael down dan gak punya semangat belajar lagi yah, Bun...”

Kael berhenti sebentar, ia terlihat sangat emosional dan tidak bisa menahan amarahnya serta tangisannya. Air matanya berhasil lolos dan membasahi pipinya.

“Kael juga mau di mengerti yah...bun....Kael juga mau di peluk kayak anak-anak lainnya...Kael juga masih butuh peran seorang orang tua... Selama ini sebenernya bunda sama ayah liat Kael sebagai apa sih? Manusia? Robot? Atau sebagai anak kalian? Emangnya seorang manusia itu gak pernah capek ya? Bunda sama ayah juga setiap pulang kerja lembur pasti capek kan? Aku juga sama Bun, Yah! Aku juga capek...aku capek belajar setiap hari...aku mau istirahat...”

Tangisan Kael semakin menjadi-jadi, bahkan sekedar berbicara saja sudah membuat Kael kesulitan. Ia hanya bisa menangis melihat orang tuanya yang berdiri di hadapannya. Kael juga sempat melihat sang bunda mendekat, Kael kira sang bunda pasti akan memarahinya dan memukulinya.

“Kael... Bunda sejahat itu?”

Mendengar perkataan itu, Kael sontak terkejut dan langsung melihat ke arah sumber suara itu.

“Bunda jahat ya? Bunda gak bakal di maafin ya kalau bunda minta maaf sekarang.... Tapi bunda minta maaf.... Bunda gatau kalau bunda udah bikin kamu tertekan... Bunda Cuma mau yang terbaik buat kamu...”

Mendengar itu, Kael berdiri dari tempat duduknya lalu pergi ke arah kamarnya. Sang bunda yang melihat itu hanya bisa menangis di ruang tamu, sedangkan sang ayah memutuskan untuk mengikuti sang putra dari belakang.

Sesampainya di kamar, Kael menatapi balkob kamarnya yang masih terbuka lebar, ia mendekati balkon itu. Perlahan demi perlahan.... Kael bahkan tidak menyadari bahwa sedari tadi, sang ayah memanggil namanya. Terus menerus.

“Kael! Kael! Denger ayah nak!”

Sang Ayah yang melihat putranya sedang berada di ujung balkon itu, segera mendekat. Ia juga menyadari bahwa putranya sedang berusaha untuk memanjat pagar pembatas di balkon itu. Sang ayah yang melihat itu berniat untuk menghentikan putranya, ia berlari ke arah balkon kamar putranya yang berada di ujung kamarnya sembari berteriak.

“Kael! Jangan lompat nak! Kael! Ayah mohon nak!”

Teriak sang ayah yang sedang mendekati putranya. Namun, sudah terlambat. Saat ayahnya tepat berada di hadapan Kael. Kael sudah melakukan aksi bunuh dirinya lebih dulu. Melihat itu, sang ayah shock. Sang ayah tidak bisa melakukan apapun, ia hanya melihat tubuh putranya yang sudah terjatuh tak bernyawa, tentu saja, putranya baru saja melompat dari gedung lantai tiga rumah itu. Bagaimana anaknya tidak meninggal. Di bawah, terdengar juga teriakan dari sang bunda ketika ia menyadari bahwa yang terjatuh itu adalah tubuh putranya.

Ayah Kael sudah menelpon polisi, kasus ini sudah berakhir. Orang tua Kael hanya bisa mengetahui kenyataan bahwa putranya meningval karena kesalahan mereka. Sekarang, mereka hidup dalam sebuah ilusi dimana disitu ada Kael, putra mereka, serta mereka berdua yang sedang bersenang-senang di sebuah taman. Sayangnya, itu semua hanyalah ilusi, bukanlah sebuah kenyataan. Mereka juga hidup dengan mengetahui kenyataan bahwa sampai saat ini, meski putranya mengatakan semua perasaannya, ia masih tetap mencintai orang tuanya. Terlihat dari catatan kecil milik Kael yang bertuliskan.

“Ayah, bunda. Kael udah capek sama dunia...makasih udah lahirin Kael. Sekarang Kael udah gak bakal jadi beban ayah sama bunda lagi. Makasih ayah, bunda.... Kael sayang kalian, selalu...”

“Tidak semua anak yang melawan orang tua itu bajingan, ada beberapa anak yang memiliki keinginan besar untuk membahagiakan orang tuanya, namun mereka lupa bahwa anaknya juga butuh rangkulan bukan keegoisan pribadi masing-masing."

Posting Komentar

  1. jaga original ceritanya ya, klo ini udah original, over all mantab ceritanya

    BalasHapus

 
Top