Halo-halo semuanya! Anak multimedia punya cerita baru lohhh, semoga kalian suka dengan ceritanya!
Genre: Sejarah, romance.
Sipnosis:
Masa penjajahan Belanda mengukir banyak sekali sejarah, termasuk sejarah kau dan aku. Pertama aku melihatmu aku tidak tau bahwasanya, kau adalah salah satu ukiran sejarah hidupku. Caramu yang membuat namaku dikenal oleh orang-orang, cukup mengingatkanku akan masa laluku. Begitu lukisan itu diukirpun aku masih merasakan perasaan sakit ini, walaupun aku sudah tidak ada disana.
Link:
https://drive.google.com/file/d/1aRPQoLsIxQq2SSJXSKVRK7YkvQ6gvnwZ/view?usp=drivesdk
Our History
Almira Rifda Shabira
Our History
Masa penjajahan Belanda mengukir banyak sekali sejarah, termasuk sejarah kau dan aku. Pertama aku melihatmu aku tidak tau bahwasanya, kau adalah salah satu ukiran sejarah hidupku. Caramu yang membuat namaku dikenal oleh orang-orang, cukup mengingatkanku akan masa laluku. Begitu lukisan itu diukirpun aku masih merasakan perasaan sakit ini, walaupun aku sudah tidak ada disana.
Pemandangan mengerikan terlihat jelas di mataku, lagi dan lagi aku tidak tau sudah berapa banyak yang mereka bunuh. Orang-orang Belanda itu merampas harta kami, dan berkuasa semau mereka. Aku berjalan pergi dari sana tidak ingin lagi mendengar suara tangis itu, sudah cukup hari ini saja.
"Kamu gak pulang nak?" Tanya perempuan tua yang sedang duduk dibangku kayu rumahnya itu.
"Ini mau pulang nek, tapi lagi ada orang. Jadi aku harus pelan-pelan..." Ucapku dengan suara lembut yang tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
Nenek hanya balas tersenyum dan berkata lagi "yasudah hati-hati jaga diri..."
Aku pun mengangguk dan berjalan menjauh dari rumah nenek, dari kejauhan orang-orang itu sudah pergi. Dengan segera aku menghampiri rumah ku, tetapi dengan langkah pelan.
"Semi... sini nak" aku melihat ibuku yang berdiri di ambang pintu.
Aku menghampirinya dan kembali menutup pintu,
"ya bu...
Ada apa?"
"Kamu gak ketemu sama mereka kan?" Tanya ibu dengan raut wajah khawatir.
Aku menggeleng sambil tersenyum, "tidak kok bu..."
Ibu menghela nafas lega dan tersenyum padaku, "baguslah
kalau begitu, sini wulan bantu ibu menyiapkan makan
malam"
Aku mengangguk dan membantu ibu menyiapkan makan.
Saat kami menyiapkan makanan aku mendengar suara
tembakan dari luar rumah, begitu juga ibuku. Saat aku ingin
mengintip dari celah pintu, ibuku dengan cepat
mendorongku. Dia mengisyaratkan agar aku berlari, aku
menatapnya dengan ragu. "Tetapi buk..." Ibuku dengan
cepat menggeleng dan mengelus pipiku dengan lembut,
"percayalah pada ibu nak..." Aku menangis dan memeluk
ibuku. Dia membalasnya serta mengecup dahiku dengan
segera aku berlari kearah belakang rumah, dan pergi dari
sana.
Aku tidak berani menatap kearah belakangku, aku mendengar suara tembakan dari kejauhan. Akhirnya aku melihat kearah belakangku api besar terlihat jelas di tengah desa, dan rumahku ikut terbakar. Aku terjatuh di tanah dan mulai menangis,
"IBU!!" Aku berteriak dan berlari kearah desa kembali. Saat di pertengahan perjalanan menuju desa, aku melihat tentara Belanda yang mencari-cari orang yang kabur/bersembunyi. Aku tetap berlari menuju rumahku,dan menghampiri ibuku.
"Ibu!" Aku menghampiri ibuku yang terbaring di tanah, dia sudah berlumuran akan darah.
Aku menghampirinya dan memeluk tubuhnya, menangissesegukan.
"Ibu..." Aku merasakan ibuku mengelus punggungku dengan lembut,
"maafkan ibu nak... Ibu tidak bisa menemani sampai akhir." Tangisku semakin pecah dan memeluknya semakin erat,
"ibu jangan bilang begitu,
maafin semi bu..." Aku menatap ibu dengan air mata berlinang, aku bisa melihat ibu tersenyum lembut dan perlahan menutup matanya.
"Bu? Ibu!! Jangan tinggalin semi bu! Ibu!" Aku berteriak histeris sambil memeluk mayat ibuku, iblis-iblis itu harus merasakan apa yang kurasakan!
Setelah kematian ibuku yang tragis aku tidak memiliki tempat tinggal lagi, desaku sudah hancur. Kini aku bekerja menjadi seorang penari penghibur, didesa yang sudah diambil alih oleh Belanda. Aku mempoles wajahku agar terlihat sempurna saat aku menari, aku tersenyum di kaca dan mulai memakai topengku. Alunan musik dimainkan, kami para penari memasuki panggung. Kami para penari berusaha semaksimal mungkin saat menari, hingga musik sudah selesai dimainkan kami akan kembali kebelakang panggung. Aku membuka topengku dan merasakan panas serta lelah, lalu aku dihampiri oleh salah satu temanku tika.
"Kau sudah berusaha baik semi! Ada niatan apa lagi abis ini?"
Aku tersenyum padanya tanda terimakasih, kemudian berpikir.
"Tidak ada, memangnya kenapa?" Aku melihat
para penari mulai bersenang-senang dengan iblis kejam itu, aku hanya mengabaikan mereka. "Kami akan pergi kepesta,
"kau mau ikut?" Aku sudah menduganya dan menggeleng,
"tidak dulu, mungkin lain kali" jelas aku menolak untuk apa ikut berkumpul dengan iblis-iblis itu. Aku merapihkan alat-alat menariku dan mengganti bajuku, setelah selesai merapikan semua itu. Aku berjalan keluar dari gedung pertunjukan, dan menuju ke tempat yang sekarang menjadi rumahku. Diperjalanan sebisa mungkin aku menghindari para tentara karena sudah pasti mereka akan menggoda,
"TOLONG!!" aku terkejut mendengar teriakan perempuan itu. Aku ingin menolongnya tetapi apa daya aku tidak bisa, maka aku akan mendapatkan imbasnya juga. Aku memutuskan berjalan kembali akhirnya aku pun sampai, aku memasuki ruanganku tidak lupa menguncinya. Setelah sampai dikamar ku, aku tiduran dikasur dan mulai berpikir. Perlahan air mataku jatuh, aku mengelap air mataku tetapi tetap saja jatuh.
"Ibu..." Aku ingin sekali minta maaf kepada ibuku sekarang, jika dia tau bahwa aku bekerja dengan mereka pasti ibu marah. Tidak ada pilihan selain ini semua, kampung halamanku dihancurkan ditambah aku kehilangan orang yang ku sayangi. Hari-hari seperti biasanya aku berjalan disekitar desa ini, dan membeli beberapa makanan untukku.
"Jangan! anak saya!" Aku melihat seorang ibu yang tengah menangis, disaat anaknya ditarik oleh para tentara. Sementara para tentara hanya mencemoohnya dan menertawakannya, semua orang tidak ada yang beran. Karena mereka tau apa yang akan terjadi, jika mengganggu para tentara itu. Aku mencoba mengalihkan perhatianku tetap saja teriakan ibu itu membuat hatiku sakit, aku menjauh dari sana dan kembali keruanganku. Melihat hal seperti itu mengingatkanku kepada ibuku, aku terduduk dilantai dan
kejadian itu berputar-putar diingatanku. Kejadian siang tadi masih teringat jelas, tiba-tiba aku merasakan tepukan dari bahu dan itu membuatku terkejut. Tika tertawa melihatku terkejut,
"kau ini kenapa? Tumben diam saja" Aku hanya tersenyum menganggapinya dan menggeleng.
"Aku baik-baik saja" lagi-lagi tika menggeleng pelan melihatku yang melamun,
"terserah kaulah, ayo kepanggung nanti mereka marah jika terlalu lama..."
Aku mengangguk mengiyakannya kami para penari mulai memasuki panggung, dan apa hanya perasaanku saja bahwa tempat ini jauh lebih ramai dari biasanya. Setelah pertunjukan selesai tampak semua penari mulai bercerita satu sama lain, "apa tadi kau lihat itu?" Mereka terdengar sangat bersemangat akan hal yang tidak kutau.
"Ya tentu saja! Letnan Diederik sangat tampan!" Lalu mereka mulai terkikik malu-malu, aku yang mendengar hal itu terheran
“letnan? Untuk apa dia disini?” batinku mengatakan ada hal penting jika dia disini. Aku menghampiri tika dan menepuk bahunya,
"tika apa benar letnan diederik datang?" Kulihat tika langsung menoleh kearahku dengan senyum senangnya.
"Kau benar! Apa kau sudah melihat rupanya?" Aku menggeleng kepalaku, dengan cepat tika menarik tanganku dan membawaku untuk mengintip dari panggung.
"Itu dia laki-laki berambut pirang serta mata biru indahnya..." Aku menatap laki-laki itu dengan terkejut, iblis ini dia yang membunuh ibuku. Desaku terbakar habis karenanya dan ibuku adalah korban dari kekejaman, dia penguasa diwilayah kampung kami.
Aku menatapnya dengan benci dengan segera berbalik menatap tika, dengan senyuman tidak terjadi apa-apa.
"Ya dia lumayan, kenapa mereka sangat senang?" Tika tersenyum senang serta malu-malu kepadaku, lalu dia berbisik
"katanya letnan akan memberikan uang yang banyak, jika mereka ikut dengannya."
Aku terkejut mendengar hal itu, tentunya mengerti apa maksudnya. Dengan segera aku mengangguk dan mengucapkan terimakasih kepada tika, aku membersihkan riasanku dan baju-bajuku. Aku tidak ingin berlama-lama disini sungguh, saat aku ingin keluar dari gedung aku menabrak seseorang dan terjatuh kelantai. Aku meringis dan melihat kakiku, perlahan aku melihat orang yang menabrakku. Betapa terkejutnya aku bahwa itu adalah Diederik, dia menatapku dengan dingin tepat dimataku. Aku mencoba berdiri tetapi aku terlalu takut, aku melihat dia berlutut didepanku. Dia mengamati wajahku seringai kecil terukir dibibirnya,
"kau tersesat kucing kecil?" Aku terkejut mendengar berbahasa Indonesia. Dengan cepat aku berekspresi normal lagi, menatapnya dengan tak suka.
"Apa maumu? Menjaulah" dia terkekeh pelan dan mengelus pipiku dengan lembut, tubuhku menegang saat merasakan tangannya mengelus kulit ku. Aku ingin menepis tangannya lagi tetapi tidak bisa, aku terlalu takut sekarang aku seperti seseorang yang tersesat.
"Hentikan! Jangan sentuh saya!" Dia kemudian berhenti mengelus pipiku, tetapi tatapannya semakin intens.
"Semi ya?" Aku terkejut saat mendengar namaku keluar dari mulutnya, dengan ragu aku menganggukkan kepalaku. Seringainya semakin terlihat tanda bahwa dia menikmati ini semua,
"saya diederik geeraard frits, kamu bisa panggil saya diederik" aku menatap wajahnya agar membuat semakin mengingat dia. Aku menganggukkan kepalaku
"ya letnan...",
diederik tersenyum dan mengelus rambutku lalu menatapku lagi. "Kamu sudah mau pulang?" Aku menatap matanya sekarang,
"saya harus kembali letnan, ini sudah malam..." Dia mengangguk lalu kembali berkata.
"Kamu mau saya antar? Ini sudah malam tidak baik bagi perempuan pulang sendirian." Aku menatapnya dengan tatapan curiga kemudian menggeleng.
"Tak apa letnan saya bisa sendiri..." Diederik mendekati semi tatapannya tak pernah lepas,
"tak apa semi..." Aku mundur selangkah tetapi matanya terus mengikuti pergerakanku.
"Semi... Jangan menolakku, kau tau akibatnya kan?" Dia perlahan mengelus pipiku kembali, membuatku merinding. Aku bertarung dengan pemikiranku sendiri, dengan terpaksa aku mengiyakan bantuan letnan diederik. Dia menuntunku ke mobilnya aku melihat mobil itu dengan terkejut, tidak heran orang seperti dia mempunyai mobil. Perjalanan sedikit canggung aku berdoa sepanjang perjalanan agar baik-baik saja, dan pada akhirnya aku sampai dengan selamat. Saat aku ingin memasuki rumah penginapan tempat tinggalku, "
Semi" aku menoleh kepadanya saat dia memanggilku.
"Ya?" Letnan keluar dari mobil dan mendekatiku, dia tersenyum padaku dan mengelus rambutku lagi. Aku tentunya bingung apalagi saat dia kembali memasuki mobil, dan hanya keluar mobil untuk melakukan hal itu. Keesokan harinya aku pergi kepusat kota untuk berjalan-jalan, sudah lama aku tidak menikmati keseharianku ini.
"Tidak! Saya tidak mencuri!" Aku terkejut saat mendengar teriakan itu, aku melihat seorang lelaki tua ditarik oleh para tentara. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat diederik disana, wajahnya tampak berbeda dari yang kulihat kemarin.
"Bunuh dia"
perintah diederik diangguki oleh para tentara, dengan segera mereka menembak lelaki tua itu. Orang-orang terkejut ada yang berteriak ketakutan, dan tidak berani melihat. Aku melihat itu tepat didepan mataku, saat mataku bertemu dengannya. Dia tampak seperti lelaki yang kukenal saat awal, dingin dan tanpa belas kasihan.
Dia berbalik pergi bersama para tentaranya, mayat lelaki itu hanya dibiarkan tergeletak disana. Kesedihan serta amarah merambat didalam tubuhku, aku merasakan rasa sakit ini lagi. Mengingat kematian ibuku lagi, mereka begitu kejam dan mereka pantas mendapatkan imbasnya kembali. Aku berjalan pergi menjauh dari sana, sebisa mungkin aku memasang wajah datar agar mereka tidak mendekati.
Kembali kemalam hari selanjutnya aku tidak pergi bekerja, karena pikiranku sedikit kacau melihat kematian didepan mata. Pintu kamarku diketuk saat aku ingin bersiap untuk tidur, aku membuka pintu dan melihat ibu pemilik tempat tinggal ini.
"Kamu sudah mau tidur nak?" Dia bertanya dengan suara yang sangat halus, tetapi sedikit menggambarkan ada kekhawatiran. Aku mengangguk sebagai jawaban
"ya bu, memangnya ada apa?" Saat aku bertanya dia tampak khawatir,
"para tentara dia mengamuk diluar, sebaiknya kamu pergi." Aku terdiam dengan segera mengangguk pada ibu, dan mengemasi barang-barangku. Aku sudah muak tinggal disini dan inilah kesempatan bagus, walaupun resikonya tinggi tetapi aku tidak peduli. Aku membawa tasku dan memeluk ibu sebagai tanda perpisahan, saat aku keluar rumah betapa kacaunya tempat ini sekarang. Orang-orang berlarian dan berteriak ketakutan, tangisan bayi yang tak henti. Aku mencoba mengabaikan itu semua dan berjalan pergi kegerbang, saat sampai digerbang betapa banyaknya orang disana. Mereka mengerumuni gerbang mendorong-dorongnya agar terbuka, tentara Belanda menembaki mereka dan hanya beberapa yang mati.
Gerbangpun rusak dan terbuka orang-orang berlarian keluar sana, termasuk aku. Suara tembakan semakin banyak mayat-mayat berjatuhan, dan darah dimana-mana. Aku berlari melewati hutan dan suara tembakan masih terdengar, aku mendengar suara langkah kaki kuda. Dan itu adalah diederik dia tau bahwa aku ingin pergi, dan sekarang dia mengejarku. Aku sebisa mungkin berlari lebih cepat dari kuda itu, tetapi tetap saja tidak bisa. Kuda itu berhenti tepat didepanku matanya setajam silet, dan dia perlahan turun dari kudanya. Aku mencari celah untuk kabur tetapi tidak ada, aku rasa aku akan mati. Dia meraih daguku agar aku menatapnya, aku mengangkat kepalaku dan menatapnya dengan amarah serta kebencian.
"Dimana kau yang penurut?" Suaranya membuatku terdiam kemudian menatapnya dengan permusuhan, "aku bukan mainan kau!"
Seringai tipis muncul dibibirnya dan dia berbisik, "dimana
rasa kasihmu semi?" Aku terkejut mendengar kata-katanya.
"Apa maksudmu?! Seharusnya aku yang bertanya!" Rasa
takutku seketika hilang begitu saja, sku aku tidak peduli
walaupun dia seseorang yang dengan mudahnya bisa
membunuhku. Terlihat bahwa tidak ada minat untuk
menjawab, dari ekspresi wajah letnan diederik. Suara
tembakan terdengar lagi tetapi kali ini lebih dekat, ada satu
orang yang mencoba menembak letnan. Tentunya dia
menghindari tembakan itu sekaligus melepaskanku, aku
dengan cepat berlari menjauh darinya. Keterkejutan
terlihat jelas diwajahnya "SEMI!!" suaranya menggema, aku
10
tidak menengok sedikitpun kebelakang tanpa berhenti
berlari. Aku terengah-engah saat sampai ditepi hutan, aku
melihat perbatasan dari wilayah tersebut. Aku tersenyum
senang dan pada akhirnya aku bisa bebas, walaupun
kondisiku kacau.
Sudah berapa tahun kejadian itu? Mungkin 4 tahun yang lalu
setelah aku berhenti menjadi penari didesa itu,
memutuskan untuk kabur dan tidak bertemu lagi dengan
letnan. Berapa lama Belanda menjajah negeri ku? Tanah air
ku, mereka tidak pernah puas. Bahkan hingga sekarang
mereka belum berhenti, aku hanya bisa berdoa agar mereka
cepat sadar dan matilah mereka. Rakyat menderita karena
mereka dilanda kelaparan, kehausan, penyakit, kehilangan
keluarga tercinta. Aku tersesat tidak ada satupun yang bisa
kupercayai, aku rindu ibuku. Aku menggenggam erat
tanganku saat aku tersesat, baik dalam perjalanan pulang
maupun diriku sendiri. Menangis dalam diam kematian
dimana-mana, menyedihkan sekali rakyat-rakyat biasa. Aku
berjalan dan pada akhirnya aku sampai lagi didesa lamaku,
sudah kembali terbangun walaupun hanya baru beberapa.
Orang-orang menyambutku dengan ramah, aku menangis
bahagia merasakan kehangatan ini. Kebahagiaan hanya
sebentar, dan kita tidak mungkin abadi. Aku menatap
kosong kearah desaku yang telah kubangun, mereka
merusaknya. Rumah-rumah terbakar tangisan kehilangan
orang tersayang dan tercinta, serta kematian warga yang
memberontak.
Letnan Diederik Geeraard Frits orang kejan yang
mengacaukan hidupku, seringaian terbentuk jelas
dibibirnya. "Halo semi, lama tidak bertemu" aku ingin
menonjok wajahnya saja, tetapi tidak bisa. "DASAR KEJAM!
11
KAU AKAN MENDERITA, AKU BERSUMPAH!!" Aku berteriak
tepat didepan wajahnya, walaupun tentara-tentara
menahanku tetapi aku tidak peduli. Dia hanya tertawa geli
melihatku marah perlahan dia mengelus pipiku, "lucu
banget sih..." Aku meronta mencoba menepis sentuhannya.
Di kemudian memegang lengan kananku dan menariknya
menjauh dari sana, aku "Lepaskan aku!!" Aku meronta-
ronta agar dia melepaskannya. Kemudian dia berhenti
untuk menatapku sebentar lalu kembali berjalan, aku
terkejut dan tetap menolaknya. "Diederik!!" Dia terkejut
saat aku menyebutkan namanya, dia berhenti melangkah
dan berbalik menatapku. "Semi?" Air mataku keluar dan
aku mendorongnya menjauh, "diam!" Dia masih memegang
lenganku dengan erat. Aku bisa melihat tatapan dinginnya
sekaligus kasih sayangnya, dia memelukku dengan erat.
"Kenapa kau berubah?" Aku menangis dipelukannya dan
tidak berniat membalasnya, "kau tidak menepati janjimu!
Dan kaulah yang berubah!"
Bohong jika aku tidak memiliki hubungan dengan diederik,
dia adalah tunanganku. "Diederik? Apa kau akan menikahi
ku?" Dia memegang kedua tanganku dan mengelusnya
dengan lembut, "tentu semi, kenapa kau bertanya begitu?"
Aku menatapnya dengan ragu. "Kau harus berjanji satu hal,
jangan merusak impianku hanya itu" dia kemudian
memelukku dan berbisik dengan lembut, "semi aku tidak
janji, tetapi kuusahakan..." Aku membalas pelukannya
sebelum akhirnya dia pergi.
Masa lalu yang ingin kuubah, andai aku tidak bertemu
dengan lelaki ini. Andai ibu masih ada disini, andai saja aku
menerima cinta lelaki yang rela berkorban demiku. Andai
semua itu terjadi, aku menangis dibahunya. "Kau tau aku
12
menyesal, sangat menyesal..." Dia terdiam didalam
pelukanku perlahan aku mendengar berbisik, "maaf..."
Suaranya serak dan aku tau bahwa dia sudah menangis.
"Maaf itu tidak cukup" dia mengangguk dan memelukku
semakin erat, "berjanjilah jangan meninggalkanku lagi" aku
menatapnya dengan kesedihan yang mendalam dihatiku.
"Kalaupun kau pergi aku akan terus mengejarmu, kau akan
terus berada digenggamanku tidak peduli walaupun kau
sudah mati. Kau akan terus menjadi milikku semi" aku
terdiam karena kata-katanya aku tidak menyangka dia akan
berkata seperti itu, aku perlahan membalas pelukannya.
"Aku mencintaimu semi, sangat mencintaimu" aku
tersenyum pada akhirnya dialah yang pertama berkata ini,
"aku mencintaimu juga diederik" aku bisa merasakan
pelukannya semakin erat disekitar tubuhku.
Kisah sejarah seorang perempuan dan laki-laki penguasa
dari Belanda, Lentemeisjes en Frits. Tropenmuseum di
Amsterdam aku melihat lukisan-lukisan indah yang dibuat
oleh Geertz, seorang seniman yang menyukai sejarah. Aku
melihat laki-laki tampan berambut pirang dan bermata
biru, dia adalah Diederik Geeraard Frits. Dan perempuan
berkulit sawo matang disampingnya adalah Semi Utari,
perempuan yang sering dikaitkan dengan semi. Aku
memotret foto mereka berdua beserta anak-anak mereka,
mereka menghasilkan 3 anak. Dan katanya cucu mereka
adalah seorang penguasa, sama seperti nenek kakek
mereka dulu. "Anan! Ayo pulang!!" Aku berbalik kebelakang
dan menghampiri temanku Syasya, "iya! Sebentar!" Aku
melihat untuk terakhir kalinya lukisan mereka. Betapa
beruntungnya diederik bertemu dengan semi yang bisa
mengubahnya, kini orang-orang tau kisah sejarah kalian.
Posting Komentar